Rabu, 15 November 2017

PENDEKATAN KONSELING REALITAS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Setiap manusia yang diciptakan Allah mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing. Ada yang unggul dalam bidang matematika dan ada yang unggul dalam biologi serta ada yang unggul dalam menghafal sesuatu. Tidak hanya itu, manusia diciptakan Allah juga diberikan kemampuan untuk mengolah diri dalam menghadapi perjalanan kehidupan mereka, baik dalam lingkungan sosial mereka maupun dalam lingkungan lain.
      Pada hakikatnya, hidup adalah ujian yang harus dijalani manusia. Jika mereka bisa menjalani ujian dengan baik maka surga akan ada dihadapannya jika tidak maka surga tidak ada untuknya. Karena hidup adalah ujian maka pasti ada masalah demi masalah yang datang silih berganti. Namun, masalah ini harus diselesaikan secepat mungkin karena masih banyak masalah yang akan datang berikutnya.
      Permasalahan itu tidak bisa terselesaikan begitu saja melainkan ada prosedur penyelesaiannya dan tergantung tingkat kesulitannya. Individu yang mampu menyelesaikan masalah akan memperoleh identitas berhasil pada dirinya. Keberhasilan inilah nantinya akan membuat individu mendapatkan pengalaman berharga seta dapat membuat dirinya berkembang dengan baik.
      Dalam dunia Bimbingan Konseling, seseorang yang ingin mendapatkan perkembangan yang baik diperlukan suatu proses konseling. Dewasa ini banyak sekali pendekatan-pendekatan konseling yang dipelajari oleh seorang konselor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain: Pendekatan Psikoanalisis, Pendekatan Aldrein, Pendekatan Personal-Centered, Pendektan Gestalt, Pendekatan Behavior, Pendekatan Rational Emotif Behavior, Pendekatan Realitas, dan masih banyak pendekatan lainnya.
      Dari sekian banyaknya pendekatan yang tersedia di dalam dunia konseling, pendekatan yang paling berpengaruh dan menjadi perhatian banyak konselor adalah pendekatan konseling realitas. Pendekatan konseling realitas memberikan dampak yang cukup signifikan dalam mengatasi permasalahan kehidupan. Oleh karena itu perlu rasanya para konselor wajib untuk mengetahui lebih lanjutr tentang pendekatan konseling realitas ini.
B.     Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalahnya adalah
1.      Bagaimana pandangan para ahli dalam menjelaskan pengertian pendekatan konseling realitas ini?
2.      Bagaimana konsep umum pendekatan konseling realitas ini??
3.      Apa saja proses pendekatan konseling realitas?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan pendekatan konseling realitas?
5.      Apa peranan dan fungsi pendekatan konseling realitas?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pandangan para ahli dalam menjelaskan pengertian pendekatan konseling realitas ini?
2.      Memahami konsep umum pendekatan konseling realitas ini??
3.      Mendalami proses pendekatan konseling realitas?
4.      Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pendekatan konseling realitas?
5.      Mengetahui peranan dan fungsi pendekatan konseling realitas?



BAB II
ISI
      A.    Pengertian Pendekatan Konseling Realitas
            Terapi Realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain.
Reality therapy yang dicetuskan oleh William Glasser ini didasarkan pada teori yang menekankan bahwa manusia merupakan makhluk sosial dan setiap perilaku yang dikerjakan ada tujuannya. Oleh karena itu manusia tergantung dari perilaku mereka sendiri dan bukan karena keluarga mereka, lingkungan mereka atau konflik saat usia anak-anak. Sebaliknya perilaku dipandang sebagai pilihan, dan penggunaan secara luas untuk terapi konseling, evaluasi serta pendidikan dimana reality therapy berusaha untuk menghindari pemaksaan dan hukuman serta mengajarkan tanggung jawab (Wubbolding, 2002).
Jika seseorang mengalami masalah, banyak cara atau pendekatan yang dilakukan konselor untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh seorang klien. Kemudian dalam perkembangannya, pendekatan konseling dengan terapi realitas dianggap paling mumpuni dalam mengatasi hal-hal yang menyangkut masalah jiwa terutama menuju identitas seorang individu.
Identitas adalah sesuatu yang membuat individu merasa unik, mandiri, bertanggung jawab dan sesuai dengan jati dirinya yaitu sebagai seorang manusia. Tidak semua individu bisa menyadarinya bahwa dia mempunyai identitas seorang manusia sehingga dia melenceng dari tata aturan dan norma manusia itu sendiri. Oleh sebab itu pendekatan konseling realitas berpengaruh besar dalam hal ini.
Sesorang yang merasa tidak semangat dalam menjalani hidup adalah salah satu permasalahan yang bisa diselesaikan dengan terapi realitas ini. Pendekatan realita dalam proses pemberian layanan konseling individu sangat penting untuk membantu dalam mengartikan dan memperluas tujuan-tujuan hidup mereka dan membantu dalam proses pemenuhan kebutuhan psikologis tunggal yang disebut kebutuhan akan identitas. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan merasa adanya keunikan, perbedaan dan kemandirian.[1]
Kemudian pakar pendekatan realitas menjelaskan bahwa pendekatan konseling realitas secara umum meliputi hal berikut:
1.      Kebutuhan Dasar Psikiatri
Kebutuhan ini harus terkait dengan dua kebutuhan psikologis dasar:(1) kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta (2) kebutuhan untuk merasa bahwa kita berharga bagi diri kita dan orang lain.
Dimana kemudian berkembang menjadi Choice Theory , yang mana lebih rinci lagi Glasser mengidentifikasi lima kebutuhan psikologis dasar yaitu, power, love and belonging, freedom, fun dan survival (Glasser, 1990).
Ø  Kelangsungan hidup (Survival)
a)        Semua makhluk hidup berjuang untuk bertahan hidup & bereproduksi.
b)        Pada hakekatnya individu senantiasa memandang kedepan dan berusaha untuk hidupnya dengan cara yang menyebabkan kelanggengan (misal exercise & makan makanan yang sehat)
Ø  Cinta dan rasa dimiliki (Love and Belonging)
Dalam reality therapy kebutuhan cinta mirip dengan kebutuhan untuk penerimaan sosial. Sebagai manusia, kita perlu cinta dan dicintai. Kita perlu rasa memiliki dan dimiliki. Kita harus percaya bahwa kita diterima oleh orang lain apa adanya kita dan bahwa penerimaan ini tanpa syarat.
Ø  Kekuasaan/kekuatan (Power)
a)      Merupakan kebutuhan khusus manusia
b)      Termasuk keinginan berprestasi, kesuksesan,pengakuan, penghormatan & didengar
Ø  Kebebasan untuk mengekspresikan ide-ide, pilihan & kemampuan untuk menjadi kreatif secara konstruktif (Freedom to express idea, choices & ability to be constructively creativity)
Ø  Kegembiraan ( Fun )
Glasser percaya bahwa kegembiraan adalah sebagaimana kebutuhan yang lain, yang diinginkan pada setiap level usia. Selain itu, menurut Glasser bahwa ada hubungan antara “belajar” dan kebutuhan genetik kita untuk gembira
2.      Tanggung Jawab.
Tanggung jawab didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan kita tapi jangan sampai mengganggu kemampuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Individu yang tidak belajar atau telah kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara bertanggung jawab digambarkan sebagai berperilaku yang “tidak bertanggung jawab”.
3.      Keterlibatan.
Tahap paling penting dan paling sulit dari terapi adalah diawal dimana jauh sebelum datang ke terapis pasien mengalami kegagalan untuk mempertahankan keterlibatan. Bila tidak ada keterlibatan antara terapis dan klien maka terapi tidak dapat berlangsung. Jadi menurut Glasser keterlibatan merupakan kunci keberhasilan terapi.

      B.     Konsep Dasar Konseling Realitas
Dewasanya konsep-konsep dasar konseling mempunyai beberapa pandangan.
1.        Pandangan tentang sifat manusia konseling realitas
Dalam pandangan ini teori realitas mempunyai sebuah premis yang menganggap bahwa ada suatu kebutuhan psikologi yang harus dimiliki, yaitu kebutuhan identitas. Kebutuhan untuk merasakan keunikan, kesendirian, keterpisahan. Kebutuhan akan identitas, yang menyebabkan adanya dinamika tingkah laku, yang dianggap universal pada semua kebudayaan. Menurut terapi ini masing-masing dari kita mengembangkan keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan diri, yang dengannya kita merasa relative. Orang lan memainkan peranan yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami diri kita.[2]  Menurut Glasser (1965), dasar dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup “kebutuhan untuk dicintai dan mencintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain”.[3]
2.        Pilihan teori lawan control eksternal psikologi
Pada abad ke dua puluh bidang teknis sangat berkembang pesat namun tidak disertai dengan kemajuan manusia, alasan utamanya ialah masih banyak orang untuk mencoba mengendalikan orang lain an dibiarkan dikontrol oleh orang lain.[4]   Kontrol eksternal memiliki bahaya ganda karena keyakinan orang padanya justru menciptakan masalah yang mereka coba atasi dan sekaligus juga digunakan untuk mengatasi masalahnya. Sebagai contoh ketika hukuman  tidak bekerja, kebanyakan orang akan memberikan hukuman yang lebih keras. Untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang berkualitas yang dibutuhkan orang, mereka harus pindah dari:
Ø  Psikologi control eksternal, ketujuh kebiasaan”mematikan”-nya adalah mengkritik, menyalahkan, mengeluh, mengomel, mengancam, menghukum, dan menyogok atau memberi hadiah;
Ø  Teori pilihan, ketujuh kebiasaan pedulinya adalah mendengarkan, mendukung, menyemangati, mengormati, memercayai, menerima, dan selalu menegosiasikan ketidaksepakatan.[5]
Teori ini sejatinya adalah bentuk ketidak puasan William Glasser terhadap pendekatan konseling tradisional yang berlaku pada abad kedua puluh, khususnya pendekatan konseling psikoanalisis. Berdasarkan pengalamannya dalam membantu konseli, Ia menemukan kelemahan pendekatan psikoanalisis yang dirasa kurang efektif dan efisien untuk membantu konseli mencapai perubahan yang diinginkannya. Karena itulah ia mengembangkan pendekatan baru yang lebih efektif dan efisien dalam membantu konseli mengubah perilakunya sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara bertanggung jawab.Yang kemudian dikenal dengan nama Reality Therapy.
Dalam prosesnya pendekatan ini menekankan proses rasional dalam membantu konseli mencapai perubahan perilaku spesifik. Konseling realitas lebih menekankan masa kini bukan masa lalu konseli, sehingga tujuan konseling adalah bagaimana konseli memperoleh kesuksesan di masa mendatang. Sebagaimana pendekatan konseling behavioral, analisis transaksional, dan konseling rasionalemotif behavior, pendekatan konseling realitas bersifat aktif, didaktik, behavioristik, dankognitif. Sehingga sangat dimungkinkan menggunakan berbagai macam teknik agar konselidapat mengevaluasi apa yang saat ini dilakukan efektif atau tidak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

      C.    Proses Terapi
Sejatinya tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan individu untuk mengganti dukungan lingkungan dengan internal.[6] Terapis realitas mendiskusikan detail-detail professional yang mungkin mencakup mandate terapis, informed consent, dan kerahasiaan serta batas-batasnya. Terapis juga menjelaskan secarasingkat pendekatan terapi realitas, termasuk hak dan tanggung jawab terapis dan klien. Setelah itu terapis mengundang klien untuk menceritakan kisahnya.
Terapis berupaya menggunakan keterampilan mendengarkan-aktif yang baik, seperti refleksi dan klarifikasi, untuk menciptakan iklim epmosional yang aman di mana klien dapat berbagi dunia batinnya. Selama klien berbicara, terapis mendengarkan baik-baik untuk melihat sampai sejauh mana klien terlibat psikologi control eksternal dan bukan psikologi teori pilihan, seberapa banyak tanggung jawab klien atas perilaku di masa lalunya, dan seberapa banyak tanggung jawab yang dapat diharapkan untuk pilihan-pilihan segera dimasa yang akan datang.[7]
Dalam pendapatnya Glasser mengemukakan bahwa ada tiga cara utama
1)      Tidak berkepanjangan menggali permasalahan
2)      Tidak perlu melakukan penyelidikan Panjang tentang masa lalu klien
3)      Memfokuskan pada apa yang dipilih untuk dilakukan klien sekarang
Wubbolding sebagai seorang juru bicara terkemuka konseling realitas mengemukakan prosedur konseling realitas dengan sistem WDEP, yang terdiri empat tahap, yakni:
1)        W– wants (keinginan, kebutuhan, dan persepsi konseli)
Pada tahap Want, konselor mengidentifikasi apa yang diinginkan konseli dalam kehidupan dengan mengajukan pertanyaan seperti ”Apa yang kamu inginkan?” (dari belajar, keluarga ,teman-teman, dan lain-lain).
2)        D – doing (apa yang dilakukan konseli dan arah yang dipilih dalam hidupnya)
Pada tahap Doing ini, konselor membantu konseli mengidentifikasi apa yang dilakukannya dalam mencapai tujuan yang diharapkan dengan mengajukan pertanyaan antara lain ”Apayang kamu lakukan?” dan mengidentifikasi arah hidupnya dengan mengajukan pertanyaan”Jika kamu terus menerus melakukan apa yang kamu lakukan sekarang, akan ke mana kira-kira arah hidupmu?”
3)        E – evaluation (melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan akhir-akhir ini)
Pada tahap Evaluation ini, konselor membantu konseli melakukan penilaian diri untukmenentukan keefektivan apa yang dilakukan bagi pencapaian kebutuhannya. Untuk itu, konselor dapat menggunkan pertanyaan antara lain ”Apakah yang kamu lakukan akhir -akhirini dapat membantumu memenuhi keinginanmu?
4)        P –  planning  (membuat rencana perubahan perilaku)
Pada tahap Planning ini, konselor membantu konseli merencanakan pengubahan tingkah lakuyang lebih bertanggung jawab bagi pencapaian kebutuhannya. Perencanaan dibuat berdasarkan hasil evaluasi perilaku pada tahap sebelumnya. Dalam tahap tersebut, konselor dapat mengajukan pertanyaan misalnya, ”Apa yang akan kamu lakukan agar dapat memenuhikeinginanmu?” Agar rencana tersebut efektif maka perencanan tindakan yang dibuat berupa rencana yang sederhana, dapat dicapai, terukur, segera, dan terkendalikan oleh konseli.

Teknik-teknik dan prosedur utama:

Terapi realitas bias ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedurnya difokuskan kepada kekuatan dan potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa Teknik sebagai berikut:
1)        Melakukan permainan peran (role playing) dengan konseli,
2)        Menggunakan humor, untuk menghadirkan suasana yang segar dan rileks,
3)        Mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
4)        Tidak menerima alasan-alasan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab,
5)        Berperan sebagai model dan guru,
6)        Menentukan struktur dan batasan-batasan pertemuan konseling,
7)        Melibatkan diri dalam perjuangan konseli mencari hidup yang lebih efektif,
8)        Mengkonfrontasikan tingkah laku konseli yang tidak realistis, misalkan dengan kejutanverbal berupa sindiran atau ejekan,
9)        Memberikan pekerjaan rumah untuk dilaksanakan konseli pada waktu antara pertemuansatu dengan lainnya,
10)    Meminta konseli membaca artikel/bacaan tertentu yang relevan dengan masalah yangdihadapinya,
11)    Membuat kesepakatan sebagai kontrak antara konselor dan konseli,
12)    Memberikan tekanan tentang pentingnya tanggung jawab konseli dalam membuat pilihan perilakunya dalam mencapai keinginannya,
13)    Debat konstruktif,
14)    Dukungan terhadap pelaksanaan rencana konseli,
15)    Pengungkapan diri konselor dalam proses konseling. [8]

         D.    Kelebihan Dan Kelemahan
1.      Kelebihan
a.       Meningkatkan rasa tanggung jawab
Terapi realitas berfokus ke masa kini dan berusaha membuat klien paham kalau pada esensinya semua tindakan adalah pilihan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketika klien tidak sanggup memenuhi kebutuhan ini, mereka akan menderita atau menyebabkan orang lain menderita. Tugas terapis lalu membawa klien menjadi lebih bertanggung jawab dengan pilihannya, apapun itu.[9] Terapis terus bertugas mendorong klien untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, entah dalam bentuk pendampingan intensif atau terapis berperan sebagai fasilitator
b.      Menumbuhkan motivasi yang positif
Terapis dalam rangka memberikan bimbingan kepada klien harus bersikap tegas namun tanpa perasaan menghukum atau terhukum. Ajarkan orang mengerjakan suatu hal tanpa merasa bersalah ketika tidak mengerjakannya, hal ini akan menciptakann sebuah motivasi yang lebih positif.[10] Dengan pendekatan terapi realita yang menitik beratkan pada masa kini klien disbanding dengan masa lalunya menjadikan klien berfokus pada proses yang ia jalani hari ini dalam usahanya menuju hari esok. Kesalahan-kesalahan masa lalu cenderung tidak menjadi focus dalam pendekatan terapi realita ini. Sehingga klien tidak terlalu risau dengan kagagalan-kegagalan yang ia jalani di masa lampau.
2.      Kelemahan
Terapi realita ini menjadi kurang karena dalam aplikasinya mengabaikan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Sehingga sangat riskan bagi klien dengan kondisi psikis yang masih rentan untuk mengulangi kesalahan yang sama yang dalam hal ini selanjutnya dapat dianggap sebagai suatu kegagalan dalam konseling.

       E.     Peran dan Fungsi
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan konseli kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser (Corey, 2010: 270) merasa bahwa, ketika konselor mengahadapi para konseli, dia memaksa mereka untuk memutuskan apakah mereka akan menempuh ”jalan yang bertanggung jawab” atau tidak. Konselor tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para konseli, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Konselor berasumsi bahwa konseli bisa menciptakan kebahagiaannya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab.
Glasser dan Zunin menunjuk penyelanggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. Kontrak-kontrak, yang sering menjadi bagian dari proses konseling, bisa mencakup pelaporan konseli mengenai keberhasilan mauapun kegagalannya dalam pekerjaan di luar situasi konseling. Sering 56 kali suatu kontrak menetapkan suatu batas yang spesifik bagi lamanya konseling. Pada akhir waktu, konseling bisa diakhiri dan konseli diperbolehkan menjaga dirinya sendiri. Sebagian konseli berfungsi lebih efektif apabila mereka menyadari bahwa banyaknya pertemuan dibatasi sampai jumlah tertentu (Corey, 2010: 272).
Fungsi utama konselor adalah untuk menciptakan sebuah hubungan yang baik dengan konseli-konseli mereka. Dari hubungan ini, mereka dapat membantu para konseli untuk mendekatkan diri dengan orang-orang dan aktifitas-aktifitas yang mereka perlukan. Fungsi utama konselor yang lain adalah untuk mengajarkan para konseli bagaimana melalukan evaluasi diri. Peranan konselor bukan untuk membuatkan evaluasi untuk para konseli tetapi meminta mereka untuk mengevaluasi diri mereka sendiri.
Tugas seorang konselor adalah untuk menyakinkan para konseli bahwa tidak perduli seberapa jelek sesuatu pasti ada harapan. Jika para konselor mampu meyakinkan harapan yang ada, maka para konseli akan merasa bahwa mereka tidak lagi sendiri dan bahwa perubahaan mungkin dilakukan. Fungsi-fungsi konselor adalah sebagai seorang advokat, atau seseorang yang berada di pihak konseli (Corey, 2009: 322).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan peran dan fungsi konselor untuk dapat membantu para konseli untuk mendekatkan diri 57 dengan individu-individu dan aktifitas-aktifitas yang mereka perlukan dan untuk meyakinkan para konseli bahwa tidak perduli seberapa jelek sesuatu pasti ada harapan. Jika para konselor mampu meyakinkan harapan yang ada, maka para konseli akan merasa bahwa mereka tidak lagi sendiri dan bahwa perubahan mungkin dilakukan.[11]

BAB III
PENUTUP
        A.    Kesimpulan
Manusia oleh Allah Yang Maha Cerdas diberikan akal fikiran untuk menentukan baik buruk dan mengembangkan segala yang ada. Saat terjadi permasalahan kehidupan akal fikiran itu berfungsi untuk menyelesaikannya. Dan dalam penyelesaiannya, pendekatan konseling realitas hadir membantu menyelesaikan masalah itu dengan membawa kita kea lam realita dengan melihat ke depan dan menerima apa yang telah ditakdirkan Allah untuk kita.
      B.     Saran
Sebagai hambanya-Nya yang penuh salah dan khilaf marilah kita instropeksi diri dalam segala hal yang berkaitan dengan kecerdasan yang telah Ia berikan kepada kita. Gunakan kercerdasan ini dengan baik dan jangan malah menghancurkan fitrah kecerdasan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Gerald Corey. 1988. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi. Eresco
Richard Nelson-Jones. 2006. Teori dan praktik Konseling dan Terapi. California: Pustaka Pelajar.
Elis Sutistiya, dkk. 2014.  “Pengaruh Konseling Realita Terhadap Pembentukan Kemandirian Pada Siswa Smpn 2 Kuripan”. Mataram: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP. Vol. 1 No. 2.
Gibson. Robert L & Marianne H Mitchell. 2010.  Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pustaka Pelajar.




[1] Elis Sutistiya, dkk. “Pengaruh Konseling Realita Terhadap
Pembentukan Kemandirian Pada Siswa Smpn 2 Kuripan” Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram. Vol. 1 No. 2. Th 2014
[2] Gerald Corey. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi (Eresco,1988),hlm.268
[3] Ibid,hlm.268
[4] Richard Nelson-Jones. Teori dan praktik Konseling dan Terapi (edisi ke empat) (Pustaka pelajar:California,USA, 2006), hlm.280
[5] Ibid.hlm.280
[6] Gerald Corey. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi (Eresco,1988), hlm.274
[7] Richard Nelson-Jones. Teori dan praktik Konseling dan Terapi (edisi ke empat) (Pustaka pelajar:California,USA, 2006),hlm.298-299
[8] Gerald Corey. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi (Eresco,1988),hlm.281-282
[9] Gibson, Robert L & Marianne H Mitchell, Bimbingan dan Konseling, Pustaka Pelajar, Jakarta : 2010. Hlm. 222
[10] Ibid. hlm 223
[11] Nasrullah, Febrian Amir, Konseling Kelompok Denganpendekatan Konseling Realitas Sebagai Upaya Menurunkan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Kelas Viii Di Smp Negeri 1 Piyungan Bantul Yogyakarta, Hlm. 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar