Kamis, 21 Desember 2017

FILSAFAT DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

   A.    Latar Belakang Masalah
Filsafat sebagai dasar dari ilmu pengetahuan mengandung banyak makna dasar yang bisa membantu kita untuk memahami hakekat darisesuatu hal. Namun masih banyak orang yang masih belum memahami pentingnya filsafat bagi pendidikan mereka. Dengan filsafat kita bisa mengerti asal muasal dari pendidikan, dapat mengetahui pokok pikiran dari pendidian dan sebagainya. Maka dari itulah filsafat sngat penting Makalah ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman pembaca agar lebih memahami hakekat tentang filsafat khususnya fungsi dan hubungan filsafat dengan pendidikan. Penulis juga membahas hubungan antara filsafat pendidikan islam dengan pendidikan multikul tural khususnya di Indonesia.
   B.     Rumusan masalah
           1.      Apa yang dimaksud dengan Pendidikan ?
           2.      Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan Islam ?
           3.      Apa yang dimaksud dengan Ilmu Pendidikan Islam ?
           4.      Bagaimana Hubungan Filsafat Pendidikan Islam dan Pendidikan ?

   C.    Tujuan Penulisan
           1.      Untuk mengetahui makna dari filsafat pendidikan Islam
           2.      Untuk mengetahui makna dari ilmu pendidikan Islam
           3.      Untuk mengetahui hubungan antara filsafat pendidikan Islam dan pendidikan


    Selengkapnya......

FILSAFAT DAN ILMU PENDIDIKAN

silahkan klik di sini

Senin, 11 Desember 2017

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

download

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

FILE MAKALAH BISA DIDOWNLOAD DI SINI


   A.    Pengertian Pendekatan
       Dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu prosesyang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

   B.     Pendekatan Saintifik
      a.      Pengertian
Pada materi pelatihan implementasi kurikulum 2013 (2013) disebutkan pendekatan saintifik  (scientific approach ) dalam pembelajaran adalah kegiatan yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengomunikasikan. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin. Pendekatan saintifik ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non ilmiah. Lebih lanjut disebutkan, pendekatan saintifik pembelajaran antara lain meliputi langkah-langkah pokok :
    1.      Mengamati
    2.      Menanya
    3.      Mengumpulkan informasi
    4.      Mengomunikasikan

     b.      Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Pada pedoman pelaksanaan pembelajaran yang terdapat dalam lampiran permendikbud RI Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah diuraikan bahwa pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar.
Langkah Pembelajaran
Deskripsi Kegiatan
Bentuk Hasil Belajar
Mengamati (observing)
Mengamati dengan indra
(Membaca,mendengar,menyimak,
melihat,menonton, dsb) dengan atau tanpa alat.
Perhatian pada waktu mengamati suatu objek atau membaca suatu tulisan atau mendengar suatu penjelasan, catatan yang dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task) yang digunakan untuk mengamati
Menanya (Question-ning)
Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskuskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui atau sebagai klarifikasi.
Jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta didik ( pertanyaan faktual, konseptual, prosedural, dan hipotetik)
Mengumpulkan informasi atau mencoba (experimenting)
Mengekplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemostrasikan, meniru bentuk atau gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari narasumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi atau menambah atau mengembangkan.
Jumlah dan kualitas sumber yang dikaji atau digunakan kelengkapan informasi, validatas informasi ysng dikumpulkan, dan instrumen atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Menalar atau mengasosiasi (associating)
Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena atau informasi yang terkait dalam rangka menemukan.
Mengembangkan interprestasi, argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan informasi dari dua fakta atau konsep, interpretasi argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan lebih dari dua fakta atau konsep.
Mengumpulkan informasi atau mencoba (experimenting)
Mengekplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemostrasikan, meniru bentuk atau gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selaian buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi atau menambah atau mengembangkan.
Jumlah dan kualitas sumber yang dikaji atau digunakan kelengkapan informasi, validatas informasi ysng dikumpulkan, dan instrumen atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Langkah pembelajaran tersebut diatas dapat disesuaikan dengan kekhasan masing-masing mata pelajaran. Tertuang dalam Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015 SD Kelas III dan VI (Kemendikbud: 2015),[1] memuat langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagai berikut.
1. Mengamati
Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih kesungguhan, melatih ketelitian, dan mengumpulkan informasi. Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaning full learning). kegiatan mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Melalui observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menentukan objek apa yang akan diobservasi .
2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.
4) Menentukan di mana tempat objek yang akan di observasi.
5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih dalam jenjang SD, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual. Kegiatan mengamati bertujuan untuk melatih ketrampilan peserta didik dalam mencari dan menggali informasi dari kegiatan mengamati gambar dan mencermati teks bacaan. Pengamatan gambar dapat dikembangkan dan dikaitkan dengan pengetahuan awal peserta didk sehingga proses pembelajaran dapat lebih menyenangkan dan membangkitkan antusias peserta didik karena dapat mengaitkan pengalaman belajarnya dengan kehidupan nyata, seperti objek pengamatan dalam gambar dikembangkan yang ada di lingkungan sekolah ataupun rumah. Gambar-gambar yang diamati juga harus bervariasi dan dapat membangkitkan keingintahuan peserta didik sehingga dapat memancing peserta didik untuk bertanya hal-hal yang ingin diketahui dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
Ketika peserta didk mengamati dan menjawab pertanyaan guru, maka mereka sudah memadukan dan mengakomodasi mata pelajaran Bahasa Indonesia (untuk aspek mendengarkan, berbicara, dan membaca gambar, serta menulis hasil identifikasi ). Bagi peserta didik SD yang belum lancar membaca tulisan akan diganti dengan membaca gambar.[2]
2. Menanya

Melalui kegiatan pengamatan yang dilakukan sebelumnya, peserta didik dilatih keterampilannya dalam bertanya secara kritis dan kreatif. Guru menstimulus rasa ingin tahu peserta didik dengan memberikan beberapa pertanyaan pancingan dan memberikan kesempatan kepada pesertad didik untuk membuat dan merumuskan pertanyaan mereka sendiri. Peserta didik yang masih duduk di SD tidak mudah diajak tanya jawab apabila tidak dihadapkan dengan media yang menarik. Guru yang efektif seyogyanya mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Saat guru bertanya, pada saat itu pula guru membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong peserta didik untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pertanyaan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Melalui media gambar peserta didik di ajak tanya jawab kegiatan apa saja yang harus dilakukan peserta didik sesuai tema yang sedang dipelajari. Kegiatan menanya diharapkan muncul dari peserta didik.
Kegiatan menanya dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Menanya tidak selalu diungkapkan, tetapi ada didalam pikiran peserta didik. Untuk memancing peserta didik mengungkapkannya, guru harus memberi kesempatan mereka untuk mengungkapkan pertanyaan. Sebagai contoh, guru dapat memancing dengan pertanyaan: “ Apa saja yang bisa kamu tanyakan tentang bacaan tadi ?” atau “ Buatlah pertanyaan sebanyak mungkin dari bacaan tadi” atau “ Bagaimana cara perkembangbiakkan hewan yang ada dalam bacaan?” dan lain-lain yang mengarah pada cara perkembang biakkan hewan disekitar peserta didik. Kegiatan bertanya oleh guru dalam pembelajaran sanga penting, sehingga tetap harus dilakukan.
Fungsi bertanya adalah sebagai berikut :
1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema.
2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikAn rancangan untuk mencari solusinya.
4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, ber-argumen mengembangkan kemampuan berfikir, dan menarik kesimpulan.
7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
8) Membiasakan peserta didik berfikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.[3]

3. Mengumpulkan Informasi atau Eksperimen (Mencoba)

Dari pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan pada kegiatan sebelumnya, peserta didik dibimbingdan diberi kesempatan untuk mengumpulkan data atau informasi yang bisa mereka olah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka miliki sebelumnya. Kegiatan pengumpulan informasi ini bisa dilakukan melalui berbaga macam kegiatan yang berbeda, yaitu antara lain: Mencari jawaban atau informasi dari lingkungan atau internet atau melakukan kegiatan yang relevan, melakukan eksperimen; membaca sumber lain selain buku teks; mengamati objek atau kejadian atau aktivitas; dan wawancara dengan narasumber. Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi atau eksperimen adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, meghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA yang ada di dalam Bahasa Indonesia dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan alam sekitar, serta mampu menggunakan metode iilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari`
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar hendaklah:
1) Merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan peserta didik.
2) Bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan.
3) Memperhitungkan tempat dan waktu.
4) Menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik.
5)  Membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen.
6) Membagi kertas kerja kepada peserta didik.
7) Membimbing peserta didik melaksanakan eksperimen.
8)  Mengumpulkan hasil kerja peserta didik dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Sebagai contoh, kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih peserta didik dalam mengumpulkan informasi atau melakukan eksperimen dari tahap kegiatan bertanya yaitu tentang perkembangbiakkan hewan. Guru dapat menugaskan peserta didik untuk menyelidiki perkembangbiakkan hewan yang ada di buku bacaan, di lingkungan sekolah dan rumah. Melalui kegiatan sederhana ini diharapkan peserta didik dapat menemukan sendiri cara perkembangbiakkan hewan.[4]

4. Mengasosiasi/ Mengolah informasi

Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengasosiasi/mengolah informasi adalah sebagai berikut:
   a) Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil  dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi; dan
        b)   Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari informasi dari berbagai sumber yang memilki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi/mengolah informasi adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan proedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Dalam kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi terdapat kegita menalar. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarka bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yag logis dan sistemastis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dmaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Oleh karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik banyak merujuk pada teori asosiasi. Iatilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam  ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa kemudian memasukkannya menjadi penggalan materi.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembanga aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini (Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum Jenjang Sekolah Dasar Tahun 2015, Tematik Terpadu Kelas VI:136)
             a)      Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai degan tuntunan kurikulum.
          b)      Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau tugas utama guru adalah memberi intruksi singkattapi jelas degan disertai contoh-contoh.
            c)      Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dan yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
              d)     Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
              e)      Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
              f)       Perlu pengulangan dan latihan agar perilkau yang diinginkan menjadi kebiasaan.
             g)      Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang diinginkan menjadi kebiasaan.
              h)      Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk memberikan tindakan perbaikan.
Pada tahap pengolahan data, peserta didik dengan bimbingan guru mengolah informasi dan menyimpulkan yang bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi ang telah mereka dapatkan dari kegiatan sebelumnya (menggali informasi). Sebagai contoh, tahap ini adalah mengolah tentang tahapan yang ada pada perkembangbiakan ayam, perubahan pada setiap tahapan. Perubahan yang diamati meliputi perubhana bentuk, warna, ukuran, pertambahan bulu ayam, dan hal lainnya yang bisa diamati, cara berkembang biak hewan dan manfaat yang diperoleh dari proses perkembangbiakan hewan. Pada tahap ini peserta didik menuliskan tahapan dan ciri-ciri di setiap tahapan perkembangbiakan ayam pada tempt yang sudah disediakan. Pada tahap ini peserta didik juga diarahkan untuk berlatih menulis dengan urutan ang tepat, menggunakan huruf besar dan tanda baca yang benar.
Pada tahapan mengolah informasi ini juga peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsu guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya peserta didiklah yang harus aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah pribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dega empti, sling menghormati, dan menerima kekurnga atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman sehingga memungkinkan pesera didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Peserta didik secara bersama-sama, saling bekerjsama, saling membantu mengerjakan hasil tugas terkait dengan materi yang sedang dipelajari.[5] 
5. Mengomunikasikan
Pada kegaiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru  agar peserta didik mengetahui secara benar apakah jawaban yang telat dikerjakan sudah bener atau ada yang harus diperbikaiki. Hal ni dapat juga diartikan sebagai kegiatan konfirmasi.
Kegiatan belajar mengomunikasikan adalah mnyampaiakan hasil pegamatan, kesimpulan berdasarkan anaisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan dalam tahapan mengomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, kemampaun berfikir sistematis, mengungkapakan pendapat dengan singkat dan jelas, an mengembagkan kemampuan berbahasa yang bai dan benar.
Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama dalam kesatuan satu kelompok atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Kegiatan ini sekaligus merupakan kesempatan bagi guru untuk melakukan konfimasi, terhadap apa yang telah disimpulkan oleh peserta didik. Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama, kolaboratif dikerjakan secara berkelompok, tetapi sebaiknya hasil penctatan dilakukan kedalam file atau map peserta didik terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu.[6]




[1] Dr. Supinah, Guru Pembelajar, Modul Pelatihan SD Kelas Tinggi, Pedagogik Metodologi Pembelajaran Di Sekolah Dasar, ( Jakarta:  Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan Dan Kebudyaan, 2016), hlm. 23-25
[2] Ibid., hlm.26-27
[3] Ibid., hlm.28-29
[4] Ibid., hlm.30
[5] Ibid., Hlm. 31-33
[6] Ibid., Hlm. 33-34

Rabu, 15 November 2017

PENDEKATAN KONSELING REALITAS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Setiap manusia yang diciptakan Allah mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing. Ada yang unggul dalam bidang matematika dan ada yang unggul dalam biologi serta ada yang unggul dalam menghafal sesuatu. Tidak hanya itu, manusia diciptakan Allah juga diberikan kemampuan untuk mengolah diri dalam menghadapi perjalanan kehidupan mereka, baik dalam lingkungan sosial mereka maupun dalam lingkungan lain.
      Pada hakikatnya, hidup adalah ujian yang harus dijalani manusia. Jika mereka bisa menjalani ujian dengan baik maka surga akan ada dihadapannya jika tidak maka surga tidak ada untuknya. Karena hidup adalah ujian maka pasti ada masalah demi masalah yang datang silih berganti. Namun, masalah ini harus diselesaikan secepat mungkin karena masih banyak masalah yang akan datang berikutnya.
      Permasalahan itu tidak bisa terselesaikan begitu saja melainkan ada prosedur penyelesaiannya dan tergantung tingkat kesulitannya. Individu yang mampu menyelesaikan masalah akan memperoleh identitas berhasil pada dirinya. Keberhasilan inilah nantinya akan membuat individu mendapatkan pengalaman berharga seta dapat membuat dirinya berkembang dengan baik.
      Dalam dunia Bimbingan Konseling, seseorang yang ingin mendapatkan perkembangan yang baik diperlukan suatu proses konseling. Dewasa ini banyak sekali pendekatan-pendekatan konseling yang dipelajari oleh seorang konselor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain: Pendekatan Psikoanalisis, Pendekatan Aldrein, Pendekatan Personal-Centered, Pendektan Gestalt, Pendekatan Behavior, Pendekatan Rational Emotif Behavior, Pendekatan Realitas, dan masih banyak pendekatan lainnya.
      Dari sekian banyaknya pendekatan yang tersedia di dalam dunia konseling, pendekatan yang paling berpengaruh dan menjadi perhatian banyak konselor adalah pendekatan konseling realitas. Pendekatan konseling realitas memberikan dampak yang cukup signifikan dalam mengatasi permasalahan kehidupan. Oleh karena itu perlu rasanya para konselor wajib untuk mengetahui lebih lanjutr tentang pendekatan konseling realitas ini.
B.     Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalahnya adalah
1.      Bagaimana pandangan para ahli dalam menjelaskan pengertian pendekatan konseling realitas ini?
2.      Bagaimana konsep umum pendekatan konseling realitas ini??
3.      Apa saja proses pendekatan konseling realitas?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan pendekatan konseling realitas?
5.      Apa peranan dan fungsi pendekatan konseling realitas?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pandangan para ahli dalam menjelaskan pengertian pendekatan konseling realitas ini?
2.      Memahami konsep umum pendekatan konseling realitas ini??
3.      Mendalami proses pendekatan konseling realitas?
4.      Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pendekatan konseling realitas?
5.      Mengetahui peranan dan fungsi pendekatan konseling realitas?



BAB II
ISI
      A.    Pengertian Pendekatan Konseling Realitas
            Terapi Realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain.
Reality therapy yang dicetuskan oleh William Glasser ini didasarkan pada teori yang menekankan bahwa manusia merupakan makhluk sosial dan setiap perilaku yang dikerjakan ada tujuannya. Oleh karena itu manusia tergantung dari perilaku mereka sendiri dan bukan karena keluarga mereka, lingkungan mereka atau konflik saat usia anak-anak. Sebaliknya perilaku dipandang sebagai pilihan, dan penggunaan secara luas untuk terapi konseling, evaluasi serta pendidikan dimana reality therapy berusaha untuk menghindari pemaksaan dan hukuman serta mengajarkan tanggung jawab (Wubbolding, 2002).
Jika seseorang mengalami masalah, banyak cara atau pendekatan yang dilakukan konselor untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh seorang klien. Kemudian dalam perkembangannya, pendekatan konseling dengan terapi realitas dianggap paling mumpuni dalam mengatasi hal-hal yang menyangkut masalah jiwa terutama menuju identitas seorang individu.
Identitas adalah sesuatu yang membuat individu merasa unik, mandiri, bertanggung jawab dan sesuai dengan jati dirinya yaitu sebagai seorang manusia. Tidak semua individu bisa menyadarinya bahwa dia mempunyai identitas seorang manusia sehingga dia melenceng dari tata aturan dan norma manusia itu sendiri. Oleh sebab itu pendekatan konseling realitas berpengaruh besar dalam hal ini.
Sesorang yang merasa tidak semangat dalam menjalani hidup adalah salah satu permasalahan yang bisa diselesaikan dengan terapi realitas ini. Pendekatan realita dalam proses pemberian layanan konseling individu sangat penting untuk membantu dalam mengartikan dan memperluas tujuan-tujuan hidup mereka dan membantu dalam proses pemenuhan kebutuhan psikologis tunggal yang disebut kebutuhan akan identitas. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan merasa adanya keunikan, perbedaan dan kemandirian.[1]
Kemudian pakar pendekatan realitas menjelaskan bahwa pendekatan konseling realitas secara umum meliputi hal berikut:
1.      Kebutuhan Dasar Psikiatri
Kebutuhan ini harus terkait dengan dua kebutuhan psikologis dasar:(1) kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta (2) kebutuhan untuk merasa bahwa kita berharga bagi diri kita dan orang lain.
Dimana kemudian berkembang menjadi Choice Theory , yang mana lebih rinci lagi Glasser mengidentifikasi lima kebutuhan psikologis dasar yaitu, power, love and belonging, freedom, fun dan survival (Glasser, 1990).
Ø  Kelangsungan hidup (Survival)
a)        Semua makhluk hidup berjuang untuk bertahan hidup & bereproduksi.
b)        Pada hakekatnya individu senantiasa memandang kedepan dan berusaha untuk hidupnya dengan cara yang menyebabkan kelanggengan (misal exercise & makan makanan yang sehat)
Ø  Cinta dan rasa dimiliki (Love and Belonging)
Dalam reality therapy kebutuhan cinta mirip dengan kebutuhan untuk penerimaan sosial. Sebagai manusia, kita perlu cinta dan dicintai. Kita perlu rasa memiliki dan dimiliki. Kita harus percaya bahwa kita diterima oleh orang lain apa adanya kita dan bahwa penerimaan ini tanpa syarat.
Ø  Kekuasaan/kekuatan (Power)
a)      Merupakan kebutuhan khusus manusia
b)      Termasuk keinginan berprestasi, kesuksesan,pengakuan, penghormatan & didengar
Ø  Kebebasan untuk mengekspresikan ide-ide, pilihan & kemampuan untuk menjadi kreatif secara konstruktif (Freedom to express idea, choices & ability to be constructively creativity)
Ø  Kegembiraan ( Fun )
Glasser percaya bahwa kegembiraan adalah sebagaimana kebutuhan yang lain, yang diinginkan pada setiap level usia. Selain itu, menurut Glasser bahwa ada hubungan antara “belajar” dan kebutuhan genetik kita untuk gembira
2.      Tanggung Jawab.
Tanggung jawab didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan kita tapi jangan sampai mengganggu kemampuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Individu yang tidak belajar atau telah kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara bertanggung jawab digambarkan sebagai berperilaku yang “tidak bertanggung jawab”.
3.      Keterlibatan.
Tahap paling penting dan paling sulit dari terapi adalah diawal dimana jauh sebelum datang ke terapis pasien mengalami kegagalan untuk mempertahankan keterlibatan. Bila tidak ada keterlibatan antara terapis dan klien maka terapi tidak dapat berlangsung. Jadi menurut Glasser keterlibatan merupakan kunci keberhasilan terapi.

      B.     Konsep Dasar Konseling Realitas
Dewasanya konsep-konsep dasar konseling mempunyai beberapa pandangan.
1.        Pandangan tentang sifat manusia konseling realitas
Dalam pandangan ini teori realitas mempunyai sebuah premis yang menganggap bahwa ada suatu kebutuhan psikologi yang harus dimiliki, yaitu kebutuhan identitas. Kebutuhan untuk merasakan keunikan, kesendirian, keterpisahan. Kebutuhan akan identitas, yang menyebabkan adanya dinamika tingkah laku, yang dianggap universal pada semua kebudayaan. Menurut terapi ini masing-masing dari kita mengembangkan keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan diri, yang dengannya kita merasa relative. Orang lan memainkan peranan yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami diri kita.[2]  Menurut Glasser (1965), dasar dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup “kebutuhan untuk dicintai dan mencintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain”.[3]
2.        Pilihan teori lawan control eksternal psikologi
Pada abad ke dua puluh bidang teknis sangat berkembang pesat namun tidak disertai dengan kemajuan manusia, alasan utamanya ialah masih banyak orang untuk mencoba mengendalikan orang lain an dibiarkan dikontrol oleh orang lain.[4]   Kontrol eksternal memiliki bahaya ganda karena keyakinan orang padanya justru menciptakan masalah yang mereka coba atasi dan sekaligus juga digunakan untuk mengatasi masalahnya. Sebagai contoh ketika hukuman  tidak bekerja, kebanyakan orang akan memberikan hukuman yang lebih keras. Untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang berkualitas yang dibutuhkan orang, mereka harus pindah dari:
Ø  Psikologi control eksternal, ketujuh kebiasaan”mematikan”-nya adalah mengkritik, menyalahkan, mengeluh, mengomel, mengancam, menghukum, dan menyogok atau memberi hadiah;
Ø  Teori pilihan, ketujuh kebiasaan pedulinya adalah mendengarkan, mendukung, menyemangati, mengormati, memercayai, menerima, dan selalu menegosiasikan ketidaksepakatan.[5]
Teori ini sejatinya adalah bentuk ketidak puasan William Glasser terhadap pendekatan konseling tradisional yang berlaku pada abad kedua puluh, khususnya pendekatan konseling psikoanalisis. Berdasarkan pengalamannya dalam membantu konseli, Ia menemukan kelemahan pendekatan psikoanalisis yang dirasa kurang efektif dan efisien untuk membantu konseli mencapai perubahan yang diinginkannya. Karena itulah ia mengembangkan pendekatan baru yang lebih efektif dan efisien dalam membantu konseli mengubah perilakunya sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara bertanggung jawab.Yang kemudian dikenal dengan nama Reality Therapy.
Dalam prosesnya pendekatan ini menekankan proses rasional dalam membantu konseli mencapai perubahan perilaku spesifik. Konseling realitas lebih menekankan masa kini bukan masa lalu konseli, sehingga tujuan konseling adalah bagaimana konseli memperoleh kesuksesan di masa mendatang. Sebagaimana pendekatan konseling behavioral, analisis transaksional, dan konseling rasionalemotif behavior, pendekatan konseling realitas bersifat aktif, didaktik, behavioristik, dankognitif. Sehingga sangat dimungkinkan menggunakan berbagai macam teknik agar konselidapat mengevaluasi apa yang saat ini dilakukan efektif atau tidak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

      C.    Proses Terapi
Sejatinya tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan individu untuk mengganti dukungan lingkungan dengan internal.[6] Terapis realitas mendiskusikan detail-detail professional yang mungkin mencakup mandate terapis, informed consent, dan kerahasiaan serta batas-batasnya. Terapis juga menjelaskan secarasingkat pendekatan terapi realitas, termasuk hak dan tanggung jawab terapis dan klien. Setelah itu terapis mengundang klien untuk menceritakan kisahnya.
Terapis berupaya menggunakan keterampilan mendengarkan-aktif yang baik, seperti refleksi dan klarifikasi, untuk menciptakan iklim epmosional yang aman di mana klien dapat berbagi dunia batinnya. Selama klien berbicara, terapis mendengarkan baik-baik untuk melihat sampai sejauh mana klien terlibat psikologi control eksternal dan bukan psikologi teori pilihan, seberapa banyak tanggung jawab klien atas perilaku di masa lalunya, dan seberapa banyak tanggung jawab yang dapat diharapkan untuk pilihan-pilihan segera dimasa yang akan datang.[7]
Dalam pendapatnya Glasser mengemukakan bahwa ada tiga cara utama
1)      Tidak berkepanjangan menggali permasalahan
2)      Tidak perlu melakukan penyelidikan Panjang tentang masa lalu klien
3)      Memfokuskan pada apa yang dipilih untuk dilakukan klien sekarang
Wubbolding sebagai seorang juru bicara terkemuka konseling realitas mengemukakan prosedur konseling realitas dengan sistem WDEP, yang terdiri empat tahap, yakni:
1)        W– wants (keinginan, kebutuhan, dan persepsi konseli)
Pada tahap Want, konselor mengidentifikasi apa yang diinginkan konseli dalam kehidupan dengan mengajukan pertanyaan seperti ”Apa yang kamu inginkan?” (dari belajar, keluarga ,teman-teman, dan lain-lain).
2)        D – doing (apa yang dilakukan konseli dan arah yang dipilih dalam hidupnya)
Pada tahap Doing ini, konselor membantu konseli mengidentifikasi apa yang dilakukannya dalam mencapai tujuan yang diharapkan dengan mengajukan pertanyaan antara lain ”Apayang kamu lakukan?” dan mengidentifikasi arah hidupnya dengan mengajukan pertanyaan”Jika kamu terus menerus melakukan apa yang kamu lakukan sekarang, akan ke mana kira-kira arah hidupmu?”
3)        E – evaluation (melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan akhir-akhir ini)
Pada tahap Evaluation ini, konselor membantu konseli melakukan penilaian diri untukmenentukan keefektivan apa yang dilakukan bagi pencapaian kebutuhannya. Untuk itu, konselor dapat menggunkan pertanyaan antara lain ”Apakah yang kamu lakukan akhir -akhirini dapat membantumu memenuhi keinginanmu?
4)        P –  planning  (membuat rencana perubahan perilaku)
Pada tahap Planning ini, konselor membantu konseli merencanakan pengubahan tingkah lakuyang lebih bertanggung jawab bagi pencapaian kebutuhannya. Perencanaan dibuat berdasarkan hasil evaluasi perilaku pada tahap sebelumnya. Dalam tahap tersebut, konselor dapat mengajukan pertanyaan misalnya, ”Apa yang akan kamu lakukan agar dapat memenuhikeinginanmu?” Agar rencana tersebut efektif maka perencanan tindakan yang dibuat berupa rencana yang sederhana, dapat dicapai, terukur, segera, dan terkendalikan oleh konseli.

Teknik-teknik dan prosedur utama:

Terapi realitas bias ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedurnya difokuskan kepada kekuatan dan potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa Teknik sebagai berikut:
1)        Melakukan permainan peran (role playing) dengan konseli,
2)        Menggunakan humor, untuk menghadirkan suasana yang segar dan rileks,
3)        Mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
4)        Tidak menerima alasan-alasan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab,
5)        Berperan sebagai model dan guru,
6)        Menentukan struktur dan batasan-batasan pertemuan konseling,
7)        Melibatkan diri dalam perjuangan konseli mencari hidup yang lebih efektif,
8)        Mengkonfrontasikan tingkah laku konseli yang tidak realistis, misalkan dengan kejutanverbal berupa sindiran atau ejekan,
9)        Memberikan pekerjaan rumah untuk dilaksanakan konseli pada waktu antara pertemuansatu dengan lainnya,
10)    Meminta konseli membaca artikel/bacaan tertentu yang relevan dengan masalah yangdihadapinya,
11)    Membuat kesepakatan sebagai kontrak antara konselor dan konseli,
12)    Memberikan tekanan tentang pentingnya tanggung jawab konseli dalam membuat pilihan perilakunya dalam mencapai keinginannya,
13)    Debat konstruktif,
14)    Dukungan terhadap pelaksanaan rencana konseli,
15)    Pengungkapan diri konselor dalam proses konseling. [8]

         D.    Kelebihan Dan Kelemahan
1.      Kelebihan
a.       Meningkatkan rasa tanggung jawab
Terapi realitas berfokus ke masa kini dan berusaha membuat klien paham kalau pada esensinya semua tindakan adalah pilihan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketika klien tidak sanggup memenuhi kebutuhan ini, mereka akan menderita atau menyebabkan orang lain menderita. Tugas terapis lalu membawa klien menjadi lebih bertanggung jawab dengan pilihannya, apapun itu.[9] Terapis terus bertugas mendorong klien untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, entah dalam bentuk pendampingan intensif atau terapis berperan sebagai fasilitator
b.      Menumbuhkan motivasi yang positif
Terapis dalam rangka memberikan bimbingan kepada klien harus bersikap tegas namun tanpa perasaan menghukum atau terhukum. Ajarkan orang mengerjakan suatu hal tanpa merasa bersalah ketika tidak mengerjakannya, hal ini akan menciptakann sebuah motivasi yang lebih positif.[10] Dengan pendekatan terapi realita yang menitik beratkan pada masa kini klien disbanding dengan masa lalunya menjadikan klien berfokus pada proses yang ia jalani hari ini dalam usahanya menuju hari esok. Kesalahan-kesalahan masa lalu cenderung tidak menjadi focus dalam pendekatan terapi realita ini. Sehingga klien tidak terlalu risau dengan kagagalan-kegagalan yang ia jalani di masa lampau.
2.      Kelemahan
Terapi realita ini menjadi kurang karena dalam aplikasinya mengabaikan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Sehingga sangat riskan bagi klien dengan kondisi psikis yang masih rentan untuk mengulangi kesalahan yang sama yang dalam hal ini selanjutnya dapat dianggap sebagai suatu kegagalan dalam konseling.

       E.     Peran dan Fungsi
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan konseli kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser (Corey, 2010: 270) merasa bahwa, ketika konselor mengahadapi para konseli, dia memaksa mereka untuk memutuskan apakah mereka akan menempuh ”jalan yang bertanggung jawab” atau tidak. Konselor tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para konseli, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Konselor berasumsi bahwa konseli bisa menciptakan kebahagiaannya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab.
Glasser dan Zunin menunjuk penyelanggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. Kontrak-kontrak, yang sering menjadi bagian dari proses konseling, bisa mencakup pelaporan konseli mengenai keberhasilan mauapun kegagalannya dalam pekerjaan di luar situasi konseling. Sering 56 kali suatu kontrak menetapkan suatu batas yang spesifik bagi lamanya konseling. Pada akhir waktu, konseling bisa diakhiri dan konseli diperbolehkan menjaga dirinya sendiri. Sebagian konseli berfungsi lebih efektif apabila mereka menyadari bahwa banyaknya pertemuan dibatasi sampai jumlah tertentu (Corey, 2010: 272).
Fungsi utama konselor adalah untuk menciptakan sebuah hubungan yang baik dengan konseli-konseli mereka. Dari hubungan ini, mereka dapat membantu para konseli untuk mendekatkan diri dengan orang-orang dan aktifitas-aktifitas yang mereka perlukan. Fungsi utama konselor yang lain adalah untuk mengajarkan para konseli bagaimana melalukan evaluasi diri. Peranan konselor bukan untuk membuatkan evaluasi untuk para konseli tetapi meminta mereka untuk mengevaluasi diri mereka sendiri.
Tugas seorang konselor adalah untuk menyakinkan para konseli bahwa tidak perduli seberapa jelek sesuatu pasti ada harapan. Jika para konselor mampu meyakinkan harapan yang ada, maka para konseli akan merasa bahwa mereka tidak lagi sendiri dan bahwa perubahaan mungkin dilakukan. Fungsi-fungsi konselor adalah sebagai seorang advokat, atau seseorang yang berada di pihak konseli (Corey, 2009: 322).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan peran dan fungsi konselor untuk dapat membantu para konseli untuk mendekatkan diri 57 dengan individu-individu dan aktifitas-aktifitas yang mereka perlukan dan untuk meyakinkan para konseli bahwa tidak perduli seberapa jelek sesuatu pasti ada harapan. Jika para konselor mampu meyakinkan harapan yang ada, maka para konseli akan merasa bahwa mereka tidak lagi sendiri dan bahwa perubahan mungkin dilakukan.[11]

BAB III
PENUTUP
        A.    Kesimpulan
Manusia oleh Allah Yang Maha Cerdas diberikan akal fikiran untuk menentukan baik buruk dan mengembangkan segala yang ada. Saat terjadi permasalahan kehidupan akal fikiran itu berfungsi untuk menyelesaikannya. Dan dalam penyelesaiannya, pendekatan konseling realitas hadir membantu menyelesaikan masalah itu dengan membawa kita kea lam realita dengan melihat ke depan dan menerima apa yang telah ditakdirkan Allah untuk kita.
      B.     Saran
Sebagai hambanya-Nya yang penuh salah dan khilaf marilah kita instropeksi diri dalam segala hal yang berkaitan dengan kecerdasan yang telah Ia berikan kepada kita. Gunakan kercerdasan ini dengan baik dan jangan malah menghancurkan fitrah kecerdasan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Gerald Corey. 1988. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi. Eresco
Richard Nelson-Jones. 2006. Teori dan praktik Konseling dan Terapi. California: Pustaka Pelajar.
Elis Sutistiya, dkk. 2014.  “Pengaruh Konseling Realita Terhadap Pembentukan Kemandirian Pada Siswa Smpn 2 Kuripan”. Mataram: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP. Vol. 1 No. 2.
Gibson. Robert L & Marianne H Mitchell. 2010.  Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pustaka Pelajar.




[1] Elis Sutistiya, dkk. “Pengaruh Konseling Realita Terhadap
Pembentukan Kemandirian Pada Siswa Smpn 2 Kuripan” Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram. Vol. 1 No. 2. Th 2014
[2] Gerald Corey. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi (Eresco,1988),hlm.268
[3] Ibid,hlm.268
[4] Richard Nelson-Jones. Teori dan praktik Konseling dan Terapi (edisi ke empat) (Pustaka pelajar:California,USA, 2006), hlm.280
[5] Ibid.hlm.280
[6] Gerald Corey. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi (Eresco,1988), hlm.274
[7] Richard Nelson-Jones. Teori dan praktik Konseling dan Terapi (edisi ke empat) (Pustaka pelajar:California,USA, 2006),hlm.298-299
[8] Gerald Corey. Teori dan Peraktek Konseling dan Psikoterapi (Eresco,1988),hlm.281-282
[9] Gibson, Robert L & Marianne H Mitchell, Bimbingan dan Konseling, Pustaka Pelajar, Jakarta : 2010. Hlm. 222
[10] Ibid. hlm 223
[11] Nasrullah, Febrian Amir, Konseling Kelompok Denganpendekatan Konseling Realitas Sebagai Upaya Menurunkan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Kelas Viii Di Smp Negeri 1 Piyungan Bantul Yogyakarta, Hlm. 57