Senin, 02 April 2018

SEJARAH KERAJAAN TURKI USTMANI (OTTOMAN EMPIRE)


   A.    Latar Belakang
Berawal dari penyerbuan pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang telah menghancurkan kota Baghdad di Iraq merupakan akhir dari Daulah Bani Abbasiyah. Kehancuran Baghdad merupakan akhir kekuatan politik Islam yang selama ini telah memegang peranan penting dalam mewujudkan kebudayaan dan peradaban dunia. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Bahkan khazanah ilmu pengetahuan pun ikut lenyap dan dihanguskan dan sejak itu pun dunia Islam mengalami kemunduran secara drastis.
Namun, kemunduran ini tidak mematahkan semangat juang para pengembara Islam. Selanjutnya, politik umat Islam mulai mengalami kemajuan kembali setelah berdiri dan berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu: Kerajaan Usmani-Istanbul Turki, Safawi Iran, dan Mghal India yang merupakan penjaga peradaban Islam selanjutnya setelah bagdad dan Umayyah Cordoba.
Kerajaan Turki, Safawi Iran, dan Mughal India inilah yang akhirnya bisa menjadi kerajaan-kerajaan yang memiliki konstribusi besar bagi perkembangan peradaban Islam di mata dunia Barat.
Di antara ketiga kerajaan tersebut maka kerajaan Turki merupakan kerajaan terbesar dan paling lama berkuasa. Sehingganya kerajaan Turki sangat diperhitungkan oleh ahli politik dari Negara-negara Barat. Hal ini berdasarkan realita bahwa kerajaan Turki memberikan konstribusi besar bagi Negara-negara Arab, Asia bahkan Eropa.[1]
   B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah perkembangan kerajaan Turki Usmani?
2.      Bagaimana gambaran kekuasaan Turki Usmani?



   C.     Tujuan
1    .      Mengetahui sejarah perkembangan kerajaan Turki Usmani
2    .      Mengetahui gambaran kekuasaan Turki Usmani


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perkembangan Kerajaan Usmani – Istanbul Turki
Kerajaan Turki Usmani telah muncul dalam periode yang biasanya disebut dengan periode Mongol.[2] Awal berdirinya Dinasti Usmani banyak tertulis dalam legenda dan sejarah sebelum tahun 1300 dengan mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan didirikan di atas reruntuhan kerajaan Saljuk. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus yang menempati daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina kurang lebih 3 abad. Adapun nenek moyangnya suku Qoyigh Oghus ini berasal dari suku Kayi. Lalu mereka pindah ke Turkistan, Persia dan Iraq. Mereka memeluk Islam pada abad ke-9 atau ke-10 ketika menetap di Asia Tengah.
Awal mulanya setelah suku Oghus diserang oleh bangsa Mongol, mereka meminta perlindugan kepada Jalaluddin yang merupakan pemimpin terakhir dari dinasti Khawarizmi Syah di Transoxiana, yang oleh Jalaluddin kemudian disuruh pindah ke Asia Kecil.
Namun, setelah pindah Bangsa Mongol selalu mengusik ketenangan suku Oghus. Karena merasa selalu diganggu oleh Mongol, maka mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari perlindungan pada saudara-saudara mereka, yaitu orang Turki Saljuk di dataran tinggi Asia Kecil. Karena mereka meminta perlindungan pada orang Turki Saljuk ini, praktis mereka berada di bawah kekuasaan kerajaan Saljuk atau dinasti Seljuk dan mereka pun mengabdikan diri pada Sultan Alauddin II atau Sultan Alauddin Syah II (Sultan Saljuk Rum).[3]
Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Kaum Oghus yang saat itu menjadi bawahan Sultan Saljuk harus membantu Sultan Saljuk dalam perang itu sebagai rasa hormat dan terimakasih atas bantuan dari kerajaan Saljuk. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.
Namun, Tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Atas kejadian ini maka kaum Oghus tidak memiliki lagi kerajaan yang menaunginya sehingganya Usmani kemudian menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah Kerajaan Usmani dinyatakan berdiri (1300 M).
Sedangkan nama kerajaannya diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama atau pendirinya yaitu Sultan Usman bin Erthoghrul yang diperkirakan lahir tahun 1258. Dan berakhir dengan kesepakatan kerajaan Turki Usmani sedangkan dari cerita barat bernama Ottoman.[4] Setelah meninggalnya Sultan Alauddin, Usman memproklamirkan dirinya sebagai Sultan di wilayah yang didudukinya. Usman bin Erthoghrul sering disebut Usman I. Usman Ibnu Erthoghrul memerintah dari tahun 1290-1326 M. Usman I memilih Bursa sebagai pusat dan ibukota kerajaan yang sebelumnya berpusat di Qurah Hisyar atau Iskisyihar.
Untuk memperluas wilayah dan kekuasaan, Usman mengirim surat kepada raja-raja kecil di Asia Tengah yang belum ditaklukkan bahwa sekarang dia raja yang besar dan memberi penawaran agar raja-raja kecil itu memilih salah satu diantara tiga perkara, yakni; Islam, membayar Jizyah dan diperangi. Setelah menerima surat itu, sebagian ada yang masuk Islam ada juga yang mau membayar Jizyah dan ada juga yang memilih menentang dan bersekutu dengan Bangsa Tartar, akan tetapi Usman tidak merasa gentar dan takut menghadapinya. Usman dan anaknya Orkhan memimpin tentaranya dalam menghadapi bangsa Tartar, setelah mereka dapat ditaklukkan banyak dari penduduknya yang memeluk agama Islam.


Periodesasi kerajaan Turki:[5]


Usman mempertahankan kekuasaannya dengan gagah perkasa sehingga kekuasaannya tetap tegak dan kokoh bahkan kemudian dilanjutkan oleh puteranya dan saudara-saudaranya dengan kepemimpinan yang gagah berani dan perkasa dalam meneruskan perjuangan sang ayah dan demi kokohnya kekuasaan nenek moyang yang telah mewariskan darah kepahlawan itu kepada mereka.

B.       Kekuasaan Turki Usmani
1.      Gambaran kepemimpinan
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Usman (raja besar keluarga Usman), sedikit demi sedikit daerah kerajaan dapat diperluasnya. Ia dan puteranya memimpin penyerangan ke daerah perbatasan Bizantium hingga ke selat Bosporus dan menaklukkan kota Bursa tahun 1317 M. Kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai pusat kerajaan. Perpindahan ini memberikan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan awal politik kesultanan.
Usman I disukai sebagai pemimpin yang kuat bahkan lama setelah beliau meninggal dunia, sebagai buktinya terdapat istilah di Bahasa Turki “Semoga dia sebaik Usman”. Reputasi beliau menjadi lebih harum juga disebabkan oleh adanya cerita lama dari abad pertengahan Turki yang dikenal dengan nama Mimpi Usman, sebuah mitos yang mana Usman diinspirasikan untuk menaklukkan berbagai wilayah yang menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Usmaniyah.
Selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adnanopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan yang baru. Merasa cemas terhadap ekspansi kerajaan ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Sultan Bayazid tidak gentar menghadapi pasukan sekutu di bawah anjuran Paus itu dan bahkan menghancurkan pasukan Salib. Pertempuran itu terjadi pada tahun 1369 M.
Turki Usmani mengalami kemajuannya pada masa Sultan Muhammad II (1451-1484 M) atau Muhammad Al-Fatah. Ia lebih terkenal dengan Al-Fatih, sang penakluk atau pembuka, karena pada masanya Konstantinopel sebagai ibukota kekaisaran Bizantium berabad-abad lamanya dapat ditundukkan hal ini terjadi pada tahun 1453 M. Dan berhasil membunuh Kaisar Byzantium dalam perang itu. Kemenangan ini merupakan kemenangan terbesar bagi Utsamaniyah, lalu ia memberikan nama Istanbul (Kota kesejahteraan) dan menjadikannya sebagai ibukota.
Tabel penguasa Turki Usmani[6]:





Penaklukan Konstantinopel tahun 1453 mengukuhkan status Kesultanan Usmaniyah sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan Mediterania Timur. Pada masa ini Kesultanan Usmaniyah memasuki periode penaklukkan dan perluasan wilayah sampai ke Eropa dan Afrika Utara; dalam bidang kelautan, angkatan laut Usmaniyah mengukuhkan kesultanan sebagai kekuatan dagang yang besar dan kuat.



2.      Masa Kejayaan Turki Usmani
Pada masa Sulaiman (Al-Qanuni) bin Salim adalah puncak keemasan dan kejayaan kerajaan Turki Usmani. Ia digelari Al-Qanuni karena jasanya dalam mengkaji dan menyusun kembali sistem undang-undang kesultanan Turki Usmani dan perlaksanaannya secara teratur dan tanpa kompromi menurut keadaan masyarakat Islam Turki Usmani yang saat itu mempunyai latar belakang dan sosial-budaya yang berbeda. Pergaulan antar bangsa menimbulkan berbagai konflik kecil dan ini bisa mengganggu keselamatan umat Islam walaupun satu agama. Hal ini menyebabkan Sulaiman I menyusun dan mengkaji budaya masyarakat Islam Turki Usmani yang berasal dari Eropa, Persia, Afrika dan Asia Tengah untuk disesuaikan dengan undang-undang Syariah Islamiyah.
Sulaiman bukan hanya Sultan yang paling terkenal dari kalangan Sultan-Sultan Turki Usmani, akan tetapi pada awal abad ke 16 ia adalah kepala negara yang paling terkenal di seluruh dunia. Ia seorang Sultan yang shaleh, ia mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa di bulan ramadhan, jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sanksi badan. Sulaiman juga berhasil menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Turki, pada saat Eropa terjadi pertentangan antara Katholik kepada Khalifah Sulaiman, mereka diberi kebebasan dalam memilih agama dan diberikan tempat di Turki Usmani.
Beliau juga seorang tokoh negarawan Islam yang terulung di zamannya, dikagumi dan disegani kawan dan lawan, belajar ilmu kesusasteraan, sains, sejarah, agama dan taktik ketentaraan di Istana Topkapı, Istanbul. Di Barat, ia dikenal dengan nama Suleiman The Magnificent (Sulaiman yang Agung). Pada setiap kota utama yang ditaklukannya, Sulaiman menghiasinya dengan mesjid, jembatan dan berbagai fasilitas umum lainnya.
Peta kekuasaan Turki Usmani[7]




3.      Masa Kemunduran Turki Usmani
Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Turki Usmani
a)      Kontrol yang lemah terhadap wilayah yang luas
b)      Adanya perperangan Usmani dengan eropa
c)      Kemerosotan moral beberapa penguasa Usmani
d)      Kemerosotan ekonomi
Ø  Tingginya biaya perperangan
Ø  Hilangnya pelabuhan
Ø  Adanya jalur strategis penyerangan Eropa ke dunia timur
e)      Terlalu fokus pada peperangan hingga lupa dengan kesejahteraan rakyat.






[1] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 180
[2] Sulaiman Rusydi, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2014), hlm. 274
[3] Istianah, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN Malang Press 2008), hlm. 122
[4] Britannica Online Encyclopedia, Ottoman Empire, Diakses tanggal 6 Maret 2018
[5] Istianah, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN Malang Press 2008), hlm. 124
[6] Istianah, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN Malang Press 2008), hlm. 124-126
[7] www.giftex.com, The Most Boundaries of the Ottoman Empire, dipublikasikan 2010