MAKALAH
GERAKAN
PEMBARUAN DI TURKI PADA MASA MODERN
Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan
Islam dan Budaya Lokal
Dosen pengampu :
Di susun oleh :
1.
Wartini
(14420068)
2.
Jayanah
Aidiyah (14420088)
3.
Kholisna Zakiyatun Nufus (15420118)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Para khalifah
Turki Usmani silih berganti, ada yang kuat tapi lebih banyak yang lemah. Sebab
khalifah tidak berbeda dengan kekaisaran yang cenderung otoriter dan diwariskan
secara turun temurun. Esensi perundangan islam sebenarnya lebih tepat hanya dijadikan
kedok oleh penguasa–penguasa zalim. Ditambah ketidak percayaan umat
terhadap pemimpin Negara mereka.
Menjelang abad ke-19 kekuasaan Turki sudah kian memudar, ini
disebabkan karena loyalitas masyarakat Turki tidak tertuju pada Turki Usmani
yang kekuatannya tidak dapat diperhitungkan lagi. Usmani yang berkuasa di Turki
tidak lebih dianggap dinasti yang secara otoritas politis lebih mementingkan
peran kenegaraan daripada kepentingan ummat dan loyalitas kepada Illahi,
sebagaimana kekuasaan-kekuasaan kekhalifahan ummayah, Abbasiyah, Saljuk, dsb.
Itulah yang mendorong kekuatan imperium Usmani makin suram dan banyak wilayah
kekuasaan melepaskan diri pun kian waktu makin berkurang.
Sebagian besar tokoh Turki lebih mengentalkan diri kepada kualitas
islam sebagai manifestasi frustatif. Kekuatan islam telah mengalahkan
nasionalisme turki itu sendiri namun bukan berarti Usmanisme identik dengan
kekuasaan Islam malah sebaliknya citra kekhalifahan Usmani agak negatif di mata
rakyat Turki. Tokoh Turki kembali memandang kekuasaan islam sebagai
manisfestasi politik kenegaraan. Sehingga perpaduan nasionalisme, islamisme,
dan sekularisme di Turki tidak lain karena refleksi kegagalan Usmani sebelum
memasuki fase modernisme. Bahkan boleh jadi ciri khas bangsa Turki itu sendiri
telah lebur dalam citra kekuatan Islam.
Sejarah kerapuhan kekuatan dan kekuasaan Turki Usmani itulah yang
mendorong adanya modernitas bercorak lain, termasuk tarik menarik antara nilai
islam dengan nilai modern yang mulai masuk berdasarkan persentuhan dengan
barat. Disinilah yang membuat Turki mau menampilkan wajah baru dalam pola kehidupan kenegaraan
dan kemasyarakatan.
Setelah merebut Konstatinopel tahun 1453, Turki muncul menjadi
Negara besar yang terorganisasi, hirarkis dan efisien, yang kemakmuran dan
kebudayaannya menyaingi Abbasiyah. Kombinasi dari pejabat yang berkualitas
tinggi serta angkatan perang yang terlatih dan disiplin, Turki berhasil
menguasai wilayah yang terbentang dari Donau sampai ke Teluk Persia, dan dari
padang rumput Ukraina sampai ke garis di balik utara Mesir hulu. Termasuk kekuasaan
Turki, wilayah di sepanjang rute penting dalam perdagangan laut, yang meliputi
Meditterania, Laut Hitam, Laut Merah, dan bagian-bagian Samudera Hindia. Dengan
ibu kota Kerajaan di Istambul, sebutan baru Konstatinopel, penduduk Turki saat
itu tersebar dalam 20 ras dan bangsa tidak kurang dari 50 juta orang. Selama
dua abad angkatan laut Turki menjadi ancaman bagi Kristen Eropa. Namun,
kekalahan angkatan laut Turki di Lepanto tahun 1571 dan kegagalan dalam
penaklukan Wina tahun 1683, merupakan titik balik yang dianggap sebagai
kemenangan Kristen Eropa melawan (Muslim) Turki. Kekalahan tersebut menunjukkan kelemahan
angkatan perang dan kemerosotan Turki, sekaligus menandai pergeseran kekuasaan
ke tangan Eropa. “Bencana Eropa” segera berubah menjadi “Orang Sakit Eropa”.
Pejabat pemerintah Turki yang berasal dari
didikan istana, bukan madrasah, memiliki kecenderungan yang dapat dilukiskan
sebagai raison d’etre tentang hubungan timbal balik antara din- u- devlet atau
agama dan negara. Memelihara keberlangsungan negara dan memajukan kehidupan
agama adalah tugas mereka. Dalam banyak hal, pemerintah lebih mengutamakan
negara di atas yang lainnya. Penandatanganan Perjanjian Kucuk Kaynarca tahun
1774 memperkuat kepercayaan para pejabat akan keterbelakangan Turki dalam
bidang militer, teknologi, dan administrasi. Kenyataan ini disadari sebagai
suatu yang membahayakan bagi keberlangsungan negara. Sebagai solusinya, Turki
harus menerima ide adopsi kemajuan yang telah dicapai Eropa. Dengan demikian
sikap pemerintah untuk memprakarsai pembaruan westernisasi merupakan
konsekuensi dari tugas menjaga negara, bukan sebagai respon atas tekanan dari
masyarakat. hasilnya adalah sederetan pembaruan militer, administrasi,
pendidikan, ekonomi, hukum, dan sosial yang sangat dipengaruhi ide-ide Barat.
Basis Islam tradisional dan legitimasi masyarakat muslim perlahan-lahan berubah
sejalan dengan makin disekulerkannya ideologi, hukum, serta lembaga politik dan
sosial.[1]
Mempertahankan posisi kekhalifahan baik secara
fisik maupun esensial sudah tidak memungkinkan lagi, maka sisa-sisa kekuatan
turki usmani yang ada ingin dimodifikasi kearah tuntutan zaman. Di sinilah peran tokoh Islam yang berhaluan modern membawa turki
menapaki keseimbangan posisi dengan Negara–Negara Eropa yang sudah terlebih
dahulu maju. Sisa-sisa kekuatan itu tidak memiliki arti apa-apa, hal ini membuat Turki
tidak lagi berusaha mengklaim sebagai kekuatan Islam yang cenderung
mencerminkan eksistensi luaran melainkan menyusun kekuatan baru yang mewakili
semua kepentingan politik kenegaraan di wilayah itu. Seperti kepentingan
nasionalisme Turki, kepentingan Sekularisme dan kepentingan Islam itu sendiri.
Dengan demikian dinamika modernisasi di turki cukup bervariasi dan konstruksi
pembaruan Islam secara esensial menjadi kekuatan baru yang cukup berakar dalam
sejarah Turki modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fase awal munculnya gerakan modern di Turki
1.
Generasi pembaharuan pertama
Usaha modernisasi di
Turki sebenarnya lebih awal dibandingkan Mesir. Periode modern di Turki mulai
muncul sejak kekalahan-kekalahan mereka di medan perang melawan bangsa-bangsa
Eropa. Ketika itu, kecanggihan militer yang diperlihatkan tentara Eropa membuat
bangsa Turki makin sadar bahwa ada kemajuan di Negara lain yang dapat
mengalahkan mereka. Tahun 1683,tentara besar Usmani dipukul mundur oleh tentara
Eropa dalam sebuah pertempuran untuk menguasi Wina.
Kekalahan-kekalahan ini
telah menyadarkan orang Turki untuk mengevaluasi diri dan menyelidiki
sebab-sebab kekalahan itu. Mereka mulai memperhatikan orang-orang Eropa yang selama ini dianggap kafir dan tidak
mempunyai arti apa-apa telah berani melawan Usmani. Dan mereka ingin belajar
banyak atas kemajuan Eropa yang telah meraka remehkan itu.
Tahun 1720 Ceelebi
Mehmed pergi ke perancis untuk mengamati secara langsung perkembangan industri,
sistem militer, IPTEK dan perundang-undangan kenegaraan. Pada tahun 1741, Said
Mehmed dikirimkan ke paris. Atas hasil pengamatan mereka itu dilaporkan kepada
Sultan Ahmad III, yang membuatnya tertarik dan perlu meniru apa yang tengah dilakukan
perancis sebagai langkah awal pembaruan. Hubungan yang baik antara Perancis dan
Turki Usmani, membuat mereka saling mengadakan kerja sama seperti melatih
tentara Turki dan memberikan kursus kemiliteran modern. Sehingga pada tahun
1734 untuk pertama kalinya Sekolah Teknik Militer dibuka.
Salah seorang tokoh
pembaru awal di Turki yang cukup berpengaruh adalah Ibrahim Mutafarrika
(1670-1754) yang berdarah Hongaria. Tatkala terjadi peperangan antara Turki
dengan Hongaria, ia masih remaja yang tertawan dan dibawa ke Turki. Kemudian ia
masuk Islam dan dengan cepat menguasai adat istiadat, bahasa dan perikehidupan
rakyat Turki. Apalagi ditunjang kemampuan intelektual dan banyak menguasai
bahasa asing, ia dengan mudah menjadi orang penting di Turki.
Sejumlah Sultan Turki
yang peduli pada ide pembaruan terutama IPTEK Barat adalah Sulaiman (1520-1566)
dengan nama Al-Qanuni (pembuat undang-undang). Sultan Mahmud II (1808-1830),
pembaruan yang dilancarkan oleh Mahmud II sebenarnya lebih luas lagi yaitu
dibidang kemasyarakatan. Tradisi
Aristokrasi yang demikian kaku diubah oleh Sultan Mahmud II dengan sistem
demokratis. Banyak simbol-simbol sisa-sisa pemerintahan
kesultanan Turki Usmani yang dihilangkan oleh sultan ini. Beberapa hal yang
penting itu dianggap menandai lahirnya paham modern Turki di bidang pemerintahan.
Mahmud II berusaha
membersihkan sisa-sisa dominansi kekuasaan Turki Usmani yang feudal dan absolut
dalam pemerintahan, diganti bahwa sultan hendaknya berkuasa berdasarkan
undang-undang, sehingga rakyat dapat meminta pertanggungjawaban. Sejak Mahmud
II pula dikenal ada perdana menteri yang mengurusi pemerintahan dan membawahi menteri-menteri di
bidang luar negeri, dalam negeri dan pendidikan. Disinilah ia meletakkan
perbedaan yang mendasar antara kekuasaan Negara dengan agama, persoalan-persoalan
agama diurus oleh syariat dan persoalan Negara diurus oleh hukum sekuler.
Dengan demikian bintik-bintik sekularisme sudah mulai ada sejak ia berkuasa.
Di bidang pendidikan
juga mengalami perubahan penting dengan dibukanya sekolah-sekolah umum, sekolah
sastra, sekolah pengetahuan umum, sekolah kedokteran dan sebagainya. Di
sekolah-sekolah ini selain mengajarkan ilmu-ilmu sebagaimana di madrasah, juga
mengajarkan ketrampilan-keterampilan. Ilmu ekonomi, politik, bumi, alat ukur dan
sebagainya diajarkan dengan pengantar bahasa Perancis. Beberapa sekolah tinggi
yang menjurus kepada spesialisasi disiplin ilmu juga dibangun. Tahun 1831
dibangun sekolah tinggi Ilmu Militer, Sekolah Tinggi Ilmu Kedokteran.
Ulasan tentang
pengetahuan modern juga dihubungkan dengan pengetahuan agama, seperti manusia
mempunyai kekuatan untuk mengolah, mengubah dan memperbaiki nasibnya agar tidak
bergantung pada nasib dan ketentuan mutlak Tuhan. Dalam buku bidang kedokteran yang
banyak dibaca, seseorang sakit bukan karena kehendak mutlak Tuhan tetapi karena
ia tidak menjaga kesehatannya. Apabila mengobati penyakit itu bukan berarti
menentang kehendak Tuhan. Paham umat Islam tentang penyakit sebelumnya sangat
fatalis, pasien yang sakit karena kehendak Tuhan yang tentu tidak boleh diobati. Kalau diobati
berarti melawan kehendak Tuhan.
Apa yang dilakukan oleh
Mahmud II ini dianggap sebagai langkah lebih maju lagi atas program pembaruan
yang sebelumnya pernah dirintis oleh Mutafarrika dan lainnya. Jadi upaya yang
lebih sungguh-sungguh dalam rangka menerapkan ide-ide Barat dengan cara-cara
radikal melalui kekuatan politik-militer. Akar-akar pemikiran inilah yang
kemudian dikembangkan oleh pembaru generasi berikutnya.[2]
2.
Kelompok Tanzimat
Kelompok Tanzimat adalah
suatu generasi pelanjut dari ide-ide Mahmud II yang banyak berperan mengadakan
usaha perbaikan, pengaturan dan penyusunan undang-undang baru baik bidang
ekonomi, pendidikan, militer, pemerintahan dan sosial di Turki pada waktu
gencar –gencarnya usaha modernisasi Turki. Berperan merakit ide-ide pembaruan
secara lebih terbuka dan berani, terutama ide-ide yang waktu itu dianggap cukup
radikal.
Peran kelompok Tanzimat
yang lebih efektif antara tahun 1839-1971. Walaupun kelompok ini tidak secara
langsung berada di pemerintahan, namun ide mereka berpengaruh dalam kekuasaan
Negara . Para tokoh Tanzimat yang dianggap paling berpengaruh ialah :
a.
Mustafa
Rasyid Pasha
Ia dilahirkan di Istanbul tahun 1800, termasuk tokoh utama dalam
pembaruan ini. Pembaruan yang diterapkan dinegaranya selain mengacu pada
pengalaman selama puluhan tahun di luar negeri, juga secara praktis ia memperbarui
sistem-sistem dengan Turki. Begitu juga manajemen militer pun ia perbarui karena
berhubungan langsung dengan kekuatan vital suatu Negara.
Rasyid Pasha meyakini sepenuhnya bahwa kemajuan Eropa selama ini
berkat bantuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mereka kuasai. Maka
menurutnya, Turki mau maju tidak ada kecualinya mesti menguasai IPTEK orang
Eropa.
b.
Mustafa
Sami Pasha
Dia seorang redaktur Takvin I Vekayi yang mempunyai pangalaman luas dan terutama
sekali pernah berkunjung ke Negara Eropa. Selama ia berkunjung ke Perancis dan
Negara Eropa lainnya, terlihat jelas bahwa kemajuan Barat saat itu karena Ilmu
Pengetahuann dan Teknologi. Turki saat ini terkebelakang bahkan dapat
dikalahkan oleh mereka juga akibat tidak menguasai IPTEK. Jadi wajar kalau
kemajuan Barat seperti itu patut ditiru oleh bangsa Turki. Ia banyak mengkritik
bangsa Timur selama ini yang sangat terikat dengan adat istiadat. Apalagi adat
istiadat agama yang dianggapnya banyak mengekang langkah maju. Bangsa Barat
menurutnya tidak terlalu terikat dengan agama, sehingga kemerdekaan beragama
merupakan persoalan individu. Dan ia mengatakan bahwa Eropa sangat menjunjung
tinggi pendidikan dalam semua lapisan masyarakat luas, sehingga merupakan
tuntutan mutlak bagi mereka.
c.
Mahmed
Syadiq Rifat Pasha
Ia hidup tahun 1807-1856 yang merupakan tokoh Tanzimat yang
berpengaruh dalam ide pembaruan. Pemikiran Rifat Pasha juga banyak terarah pada
perbaikan perundang-undangan. Menurutnya untuk menjadikan negara dapat berjalan
baik,maka sultan (penguasa) mesti tunduk kepada undang-undang. Negara juga
mutlak tunduk pada peraturan yang berlaku, kodifikasi hukum, administrasi yang
dibuat dan sebagainya. Dengan demikian hukum benar-benar dijunjung tinggi.
Pembaruan lain adalah lahirnya piagam Hatt-I Humayun pada tahun 1856. Inti isi
piagam ini adalah melahirkan sikap toleransi yang tinggi dalam hubungan
pergaulan internasional, terutama sikap rakyat Turki terhadap bangsa Eropa di
dalam hak-hak dan kewajiban selaku warga negara yang berada di wilayah Turki. Sikap
keterbukaan itu juga digiringkan ke arah berbagai lapisan pemeluk agama,
khususnya antara Islam dan Kristen.
Pada tahun 1840 bank didirikan dan dianggap yang pertama kali di
dalam negara Islam. Apa yang disebut dengan pengelolaan uang secara modern ini,
maka pada masa Rifat Pasha bank dikenal sebagai langkah pemikiran baru masa
itu.
d.
Ali
Pasha dan Fuad Pasha
Ali Pasha (1815-1871) dan Fuad Pasha (1815-1869) merupakan
murid-murid Mustafa Rasyid Pasha yang turut menyukseskan progam Tanzimat bahkan
dalam hal menerapkan perundang-undangan produk pasca piagam Humayun. Pembaruan
yang mereka lakukan selaim menyempurnakan apa yang pernah ditempuh oleh guru
mereka juga memantapkan pelaksanaan proses hukum-hukum baru diseluruh wilayah
Turki. Penyempurnaan hukum pidana, hukum maritime, pertanahan dan lain-lain
telah lahir sebagai langkah menegakkan kemajuan-kemajuan seperti negara Eropa.
Lembaga peradilan dibangun, maka tahun 1867 berdirilah Mahkamah
Agung. Lembaga inilah yang menyetir lintas hukum yang berlaku di Turki, baik
pemberlakuan hukum itu terhadap rakyat Turki maupun terhadap para penguasa yang
terlibat dalam kasus hukum. Dengan demikian hukum Islam sudah tidak menjadi
tameng perundang-undangan berdasarkan agama dan hukum lebih menerapkan sistem
secular seperti negara Barat.
Pembaruan bidang pendidikan juga dilakukan dengan berdirinya
sekolah Galatasay tahun 1868, yang selain mengajarkan pengetahuan umum juga
mengajarkan bahasa asing dan bahasa Perancis dijadikan sebagai bahasa
pengantar. Di sekolah ini, untuk pertama kali antara pemeluk Kristen dengan
Islam bisa duduk berdampingan dalam kelas.
Dalam usaha menerapkan ide pembaruan itu, para sultan Turki banyak
menjalin hubungan dengan negara Eropa. Semakin kuat pengaruh Eropa atas Turki
maka semakin melemahkan posisi ekonomi Turki, karena anggaran negara banyak
diboroskan untuk menata system pemerintahan berdasarkan asas pembaruan.
B.
Kebangkitan Usmani Muda dan Turki Muda
1.
Gerakan Usmani Muda
Gerakan Usmani Muda atau Ittipak I Humayat itu mula-mula muncul
tahun 1865. Mereka bertujuan untuk mengadakan perlawanan secara rahasia
terhadap kekuasaan absolut Sultan.
Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa gagasan baru tentang demokrasi
dan konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan rakyat bukan
kekuasaan absolut. Diantara tokoh itu adalah :
a.
Zia
Pasha
Zia Pasha (1825-1880) merupakan tokoh penting di dalam gerakan ini.
Ia memang cakap dalam bidang pemerintahan. Menurut pendapatanya, Jika Turki
ingin maju seperti negara-negara Eropa mesti menerapkan sistem pemerintahan
yang konstitusional. Dalam sistem pemerintahan barat terkandung makna demokrasi
karena ada Dewan Perwakilan Rakyat yang berusaha memperjuangkan kepentingan
rakyat. Ini jelas berbeda dengan sistem kekuasaan sultan yang cenderung tidak
memperhatikan kepentingan rakyat.
Dewan perwakilan Rakyatlah yang nanti akan memperjuangkan perbedaan
pendapat dikalangan umat. Sebagai orang yang taat menjalankan agama islam, Zia
sebenarnya tidak sepenuhnya setuju terhadap pembaruan yang hanya mengambil
ide-ide barat tanpa sikap kritis. Ia lebih menyesuaikan antara kepentingan
rakyat dengan ide pembaruan yang datangnya dari Barat. Ia juga tidak sependapat
dengan orang yang mengatakan bahwa agama islam dianggap sebagai penghalang
kemajuan.[3]
b.
Midhat
Pasha
Midhat Pasha (1822-1883) termasuk tokoh Turki Usmani Muda yang
mempunyai peranan cukup penting dalam ide pembaruan. Beberapa langkah pembaruan
itu, seperti memperkecil kekuasaan kaum eksekutif dan memberikan kekuasaan
lebih besar kepada kelompok legislatif. Golongan ini juga berusaha memakai
terma-terma yang Islami dalam sistem konstitusi yang sudah ditegakkan. Seperti
musyawarah untuk perwakilan rakyat, bai’ah untuk kedaulatan rakyat dan syari’ah
untuk konstitusi.
c.
Namik
Kemal
Namik Kemal (1840-1888), ia banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Ibrahim Sinasi yang berpendidikan Barat dan banyak mempunyai pandangan
modernisme. Namik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, sehingga walaupun ia
terpengaruh pemikiran Barat namun masih
menjunjung tinggi moral Islam dalam ide –ide pembaruannya. Untuk bisa memajukan
ekonomi dan politik Turki harus ada perubahan dalam sistem Pemerintahan. Untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang ideal, penguasa
harus menjunjung tinggi kepentingan rakyat. Karena kepenting rakyat menjadi
asas negara, maka negara mesti demokratis. Sistem demokratis merupakan sistem
yang mengutamakan kepentingan umum dan ini didalam islam asas al maslahah al
‘ammah. Jadi demokrasi menurut Namik tidak bertentangan dengan Islam.
Saat itu sultan
yang dianggap maju adalah Sultan Abdul Hamid. Penguasa ini walaupun banyak bertentangan
dengan Tokoh Usmani Muda namun dalam bidang lain ia berhasil membangun sejumlah
lembaga pendidikan berhaluan modern seperti : Sekolah Tinggi Hukum, Sekolah
Tinggi Keuangan, Sekolah Tinggi Kesenian, Sekolah Tinggi Dagang, Sekolah Tinggi
Teknik, Sekolah Dokter Hewan, Sekolah Tinggi Polisi ,dan universitas Istanbul
berdiri tahun 1900. Pada masa ini juga banyak percetakan dan penerbitan dalam
usaha mencerdaskan dan membuka wawasan intelektual Rakyat Turki.
2.
Gerakan Turki Muda
Gerakan Turki Muda merupakan kelanjutan dari gerakan-gerakan pembaruan sebelumnya.
Cara sultan Abdul Hamid memerintahkan Turki semakin otoriter dan absolut. Sikap
demokrasi dalam sehari-hari hanya jadi slogan belaka. Namun dalam praktik,
sikap demokrasi sama sekali tidak ada. Rakyat tidak mempunya kebebasan
berpendapat. Kritik dan kecaman atas kekuasaaan sultan yang demikian besar
tidak saja datang dari kalangan umum tapi juga kaum intelegensia, dan kalangan
akademik. Mereka melihat tindakan-tindakan dari penguasa sudah banyak yang
menyimpang dari perundang-undangan dan jauh dari memperjuangkan dari
kepentingan Rakyat. Kelompok yang berpikiran maju dan liberal tidak jarang
menjadi korban kediktatoran pemerintah.
Gambaran yang seperti itu mendorong lahirnya gejolak dan kebangkitan
oposisi, yang berusaha menentang sikap pemerintah. Dari kalangan yang menentang
pemerintah, lahirlah kelompok yang lebih dikenal dengan nama Turki Muda. Ada
tiga tokoh yang dianggap sebagai pelopor gerakan ini, diantaranya :
a.
Ahmed
Riza
Ahmed Riza (1859-1931) anak seorang mantan anggota parlemen pertama
Turki bernama Ijjiliz Ali. Tekad untuk mengubah keadaan penduduk miskin
(petani-petani) itulah yang mendorong untuk melanjutkan sekolah ke
pertanian. Ia memutuskan untuk kembali
ke Paris. Dinegara itu Ahmed Riza dapat bekerja sama dengan para pemimpin yang
terlebih dahulu ada disana. Mereka menerbitkan Koran Mesveret yang berisi
ide-ide Barat dan dibaca luas oleh kalangan Rakyat Turki.
Selama berada di Eropa itu, Riza juga tetap meneruskan cita-citanya
untuk mengubah rakyat Turki. Beberapa hal yang ia tempuh dalam memperbaiki
sistem kenegaraan seperti menghidupkan pendidikan modern, pentingnya ilmu
pengetahuan positif. Ia berusaha meyakinkan Abdul Hamid dan mengajak supaya
sultan mau mengubah sikap dan sistem pemerintahan yang dianutnya.
Dalam sebuah memorandum yang diterbitkan di Eropa ia mengajak
sultan Abdul Hamid supaya menjalankan konstitusi, untuk menghindari timbulnya
revolusi dikerajaan itu.
b.
Mehmed
Murad
Mehmed Murad (1853-1912), Tatkala ia berada di Turki ia mencoba
memberi nasihat kepada sultan untuk mengubah sistem pemerintahan, tapi sultan
menolak. Dengan terpaksa ia pergi ke negara Eropa, di negara ini bebas
mengemukakan pendapat. Untuk menyebarkan ide pembaruan, ia menerbitkan majalah
Mizan.
Sama dengan Riza, Mehmed Murad menganggap kemunduran Turki Usmani
selama ini tidak terletak pada Islam dan rakyatnya, tetapi terletak pada sistem
pemerintahannya. Sultan yang memerintah secara absolut perlu dibatasi dengan
undang-undang. Ia mengusulkan supaya dibentuk Badan Pengawas yaitu berupa Dewan
Syari’at Agung yang anggota-anggotanya
terdiri dari perwakilan negara Islam di Afrika dan Asia. Dewan inilah yang
mengawasi sultan (pemerintah) agar tidak melanggar sistem musyawarah dalam
konstitusi. Dengan jalan itu, sultan dapat menjalankan keinginan-keinginan
rakyat tanpa tindakan absolut.
Berdasarkan pemikiran itu, Murad nampaknya termasuk tokoh Pan
Islamisme. Ide-ide Murad sama sekali tidak dapat mempengaruhi kekuasaan dan
pemikiran Sultan Abdul Hamid yang tetap bersikeras menjalankan tugasnya secara
absolut.
c.
Pangeran
Sabahuddin
Salah
seorang pendukung ide-ide Riza adalah pangeran Sabahuddin (1877-1945), Ia
mengamati negaranya (Turki) berdasarkan kacamata sosiologis, bahwa rakyat Turki
terkebelakang adalah karena mereka hidup secara kolektif. Selain cara tersebut
juga ditempuh dengan jalan pendidikan. Secara individual rakyat akan mengalami
perubahan kearah maju, kalau pendidikannya memadai. Untuk menebarkan ide-ide
pembaruan, ia menerbitkan majalah Terekke.
Para pemikir
Turki Muda nampaknya tidak dapat berbuat banyak untuk menerapkkan ide-ide mereka
karena selalu berbenturan dengan kepentingan kekuasaan pemerintah. Ketiga tokoh
ini pun akhirnya bersepakat untuk dapat menggulingkan Sultan Abdul hamid.
Keputusan itu diambil setelah diadakan konferensi di Eropa pada tahun 1906.
Perkembangan selanjutnya diadakan pemilihan umum dan diadakan pembentukan parlemen
baru. Ketua parlemen terpilih adalah Ahmed riza dari Perkumpulan Persatuan dan
Kemajuan. Dengan berhasilnya pemberontakan itu, maka kekuasaan sultan yang
absolut dapat dikurangi walaupun tidak
sepenuhnya.
Perubahan
dalam sistem pemerintahan pun banyak dilakukan. Administrasi kota Istanbul juga
diperbarui. Organisasi ekonomi juga disesuaikan dengan kebutuhan modern.
Pendidikan mendapat perhatian khusus. Sekolah dan Universitas Istanbul diadakan
perubahan besar-besaran. Dalam hubungan pergaulan sehari-hari sudah nampak
perbedaan dari masa sebelumnya. Kaum wanita tidak lagi memakai pakaian adat Turki,
tapi sudah berganti dengan pakaian Eropa. Sejumlah tenaga wanita sebagai
profesi baru muncul,seperti hakim wanita, dokter wanita dan sebagainya.
Pembaruan juga makin melebar, pada masa Turki Muda majalah dan surat kabar
mengalami peningkatan jumlah.
Walaupun
penentang modernisasi di Turki masih ada, namun pendukung dari kalangan
terpelajar semakin banyak. Hal ini tidak lain karena modernisasi itu sendiri dengan
segenap aspeknya merupakan suatu kebutuhan baru bagi bangsa Turki. Pengalaman
mereka membuktikan bahwa terikat kuat dengan tradisi dalam semua dimensinya
selama ini telah membawa bangsa Turki mengalami berbagai disintegrasi dan
kemunduran. Karena hal tersebut, kesadaran akan modernisasi (pembaruan) semakin lebar dan luas
C.
Gerakan
islamisme dan westernisme dan nasionalisme
Perkembangan modernisasi di Turki semakin
melaju ke depan dengan membawa visi beraneka ragam sesuai kepentingan yang
melatarbelakangi. Sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa gerakan pada fase ini terbagi
menjadi 3 kelompok, yaitu: yang pertama gerakan yang beroroentasi dan masih berpegang secara ketat
pada prinsip islam yang disebut islamisme. Kedua, gerakan yang banyak mengambil
pemikiran , sikap hidup berdasarkan pola-pola kehidupan Barat, atau terilhami
oleh Barat (kebarat-baratan), kelompok ini dinamakan westernisme.
Ketiga, gerakan yang menitik
beratkan Turkisme atau lebih tepatnya secara kenegaraan selalu mementingkan
sikap, pola pikir, dan tindakan nasional.mereka tidak mau mengambil sesuatu
yang berbau Barat dan juga tidak mengambil sesuatu yang terilhami oleh perasaan
keagamaan (Islam). Sehingga rasa patriotisme yang tinggi membawa mereka
lebih mengutamakan nasionalitas di atas segala-galanya. Kelompok yang berpaham
demikian dinamakan Nasionalisme.
Walaupun dorongan tertinggi atas semua
kelompok ide pembeharuan itu pada prinsipnya mengacu pada nilai islam, namun
ada golongan yang lebih mementingkan Baratnya dari pada Islam, atau sebaliknya
mementingkan Islam secara prinsip tanpa memandang enteng (dengan merasa masih
cukup penting) peradaban Barat. Dan ada pula golongan yang mementingkan
perasaan nasional Turki walaupun mereka pada dasarnya juga orang islam.
1.
Kelompok modernisme
Islamis
Para pembaru yang memiliki komitmen
kuat atas nilai-nilai Islam dapat dilihat dari pemikiran yang tumbuh pada awal
fase pebaharuan Turki, terutama di kalangan Usmani Muda dan Turki Muda.
Kemudian merekan yang sudah merasakan benturan-benturan nilai selain Islam,
lalu menengok kembali Islam sebagai mutiara terpendam yang masih perlu digali.
Maka mereka itulah yang menampik alur pembaharuan.
Kriteria Islam
yang menjadi pedoman ini dalam menggagaskan pembaharuan tanpa membedakan latar
belakang keturunan, suku bangsa. Dengan berpegang tegus pada prinsip Islam,
mereka mencoba menggabungkan pemikiran-pemikiran modern ke dalamnya.
Tokoh
penting yang berperan dalam memepertahankan Islam sebagai dasar pembaharuan di
Turki adalah Mehmed Akif
(1870-1936). Ia sangat respek terhadap nilai-nilai Islam sehingga segala
sesuatu perlu dicermati dalam kacamata Islam. Menurut pendapat mehmed akif, agama islam tidak pernah
menghambat kemajuan. Sebagai pembandingan menurutnya bangsa jepang dapat maju
karena mengambil kemajuan barat, yang mereka ambil adalah ilmu pengetahuan dan
teknologinya, bukan agama dan prilaku moralnya. Sedangkan islam
mengambil peradaban (perilakunya), dan ini penting menurut mereka. Kaum
intelegensi Turki suka sekali meniru barat. Jadi letak kemunduran sikap yang
keliru dalam mengambil sesuatu yang datang dari Barat. Para pembaru amat berhati-hati dan mencermati
pemikiran dan peradaban barat karena banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan
islam.
Menurut
golongan islam, kelemahan islam selama ini idak terletak pada syariat. Tapi
terletak pada syariat yang
tidak dijalankan oleh umat islam terutama pada saat kekhalifahan Usmani.
Agar umat islam tidak mundur, maka syariat ini perlu dijalankan. Yang
dimaksudkan syariat dalam konteks ini tampaknya fiqh. Tahun 1909 kelompok islma pernah mengajukan
konsep syariat demikian ke dewan parlemen. Selama ini pemerintahan Turki
tidaklah dapat dikatan pemerintahan islam, karena nilai islam tidak dijalankan
dalam sistem kekhalifahan, jadi menurut golongan ini kerajaan usmani bukanlah
kerajaan islam. Syariat yang
dianggap sebagai hukum Tuhan tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Seharusnya khalifas sebagai kepala negara juga sekaligus sebagai kepala agama
tunduk kepada pemberi kuasa hukum. Dengan begitu fungsi persatupaduan antar
agama dengan negara memberi makna simpatik bagi rakyat. Degan demikian,
kekusaan keduanya memang wajar tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan
yang lain. Sehingga tidak ada konsep skuler didalam islam, dengan gelar
khalifah sebagai pemimpin tertinggi agama serta sultan selaku penguasa dibidang
kenegaraan patut mendapat dukungan dan sekaligus sebagai gelar kemuliaan.
Menurut
golongan ini, pandangan konstitusi tahun 1876 merupakan tindakan yang salah.
Isinya tidak sesuai dengan moral islam dan kondisi sosial politik rakyat turki
pada masa itu. Bahkan dianggap membahayakan bagi pemerinah Usmani sendiri.
Adanya konstitusi ini justru menimbulkan problem bagi negara dan rakyat Turki.
Pemikran
yang cukup aktual pada masa itu adalah tentang pakaian wanita. Golongan islam
sangan anti dengan kebebasan pakaian wanita. Terkait dengan pakaian wanita, golongan
ini juga tidak sependapat dengan konsep Barat yang menerapkan hak dan kewajiban
wanita sama dengan laki-laki, sebagaimana dalam konsep emansipasi. Tinggi
rendahnya martabat wanita bukan terdapat pada pakaian dan kebebasannya,
melainkan pada ketaatannya menjalankan syariat.
Dalam
bidang ekonomi, golongan islam juga tidak pernah menentang konsep-konsep hukum
ekonomi modern. Mereka hanya tidak dapat menerima konsep kapitalisme dan
ekonomi individual yang terdapat pada ekonomi Barat, tetapi buka berarti islam
juga menerima sosialisme. Mereka mengaggap bunga bank sebagai riba, karena
masyarakat yang menghalalkannya suatu masa pasti akan runtuh. Praktik bunga
merupakan asas kapitalisme yang meracuni masyarakat. Terkait dengan bunga bank,
asuransi juga diangap haram, karena selain terdapat bunga di dalamnya, juga
terdapat praktik seakan menentang qada dan qodar Tuhan.
2.
Gerakan Westernisme
Gerakan Westernisme
menggolongkan ide-ide sekularisme dalam basis kekuatan. Merek berusaha
mengadopsi pemikiran barat secara intensif, sehingga aspek sosial
kemasyarakatan selalu diteropong dengan pemandangan-pemandangan sekular. Tawfik
Fikret (1867-1951) seorang pemikir sekaligus sasrawan yang banyak mengkritik
dan menentang kaum tradisional. Dan Abdullah Jewdat (1869-1932) seorang
intelektual bergelar doktor yang dianggap pendiri perkumpulan persatuan dan
kemajuan, mereka merupakan orang yang cukup gigih dalam mendorong perjalanan
modernisasi turki dengan gagasan-gagasan barat.
Umat islam pada masa itu sangat
tergantung kepada paham keagamaan tradisional, sedangakan paham tradisional
banyak hal yang membawa kemunduran, seperti berserah total kepada nasib,
memeberi gambaran tentang kekuasaan dan keadilan Tuhan selalu sewengan-wenang
dan seperti seorang raja yang zalim.
Abdullah Jewdat
menganggap bahwa kelemahan umat islam pada saat itu bukan terdapat pada ajaran
islam akan tetapi pada sistem sosial dan kekhalifahannya. Yang perlu diubah
adalah kerajaan usmani bukan sultan, begitu juga dengan islam, yang perlu diubah
adalah umatnya. Selama ini keadaan umat islam terjangkit sikap bodoh, malas,
patuh kepada ulama secara membuta, walaupun ulamanya itu bodoh.
Agama dijadikan
tameng untuk melanggengkan kekuasaan. Sebagaimana dalam sistem kekhalifahan,
yang perperan memberi corak kekuasaan adalah ulama. Lantas dengan demikian,
menurut golongan barat ini sistem kenegaraan selama ini tidak bisa dikuasai.
Penggabungan antaranegara dengan agama yang terjadi justru menjadi tambah
kacau. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya sekularisasi terhadap negara.
Begitu juga rakyatnya, karena konsep bernegara secara sekular, maka masyarakat
juga perlu disekularisasikan. Hal ini agar memperjelas kepentingan bernegara
berdasarkan negara, kepentingan agama hanya berdasarkan agama.
Terlepas dari
semua, nuansa pembaharuan di Turki memang mempunyai citra tersendiri yang boleh
jadi dianggap unik. Mengingat pertarungan ide untuk mengedepankan masing-masing
kepentingan dan tujuan yang sama yaiu menghantarkan Turki kepada kemajuan
adalah hal yang dianggap wajar bagi sebuah negara berkembang bahkan pernah jaya
pada masa sebelumnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa pembaharuan atau modernisasi
Turki dianggap sepenuhnya bernilai positif.
3.
Gerakan
nasionalisme
Gerakan
nasionalisme adalah mereka yang sudah berusaha sekuat tenaga mencoba berbagai
alternatif dalam memecahkan berbagai problem kehidupan rakyat Turki dan bahkan
mereka dianggap telah mengambil sintesis antara gerakan westernisme dengan
islamisme. Usaha ini mereka lakukan untuk kepentingan yang lebih mendesak
mengingat terpecahnya berbagai golongan di Turki karena banyaknya kepentingan
diantara rakyat. Beberapa tokoh penting yang perlu dicatat yaitu: Yusuf Akcura (1876-1993), Zia Gokalp
(1875-1924), dan Mustaf Kemal Attaturk (1881-1983).
Yusuf
Akcura merupakan tokoh pembaru yang mengedepankan pemikiran pengimpunan masyarakat Turki. Ia
berusaha menyatukan visi
masyarakat turki baik yang ada di wilayah itu maupun mereka yang berda di Rusia
(Kazan), Krimea, dan Azarbaijin sebagai satu bangsa. Maka karena
persatuan tersebut perlu menumbuhkan sikap nasionalisme. Sedangkan ide tersebut
dikembangkan lagi oleh Zia
Gokalp sebagai seorang yang dianggap peduli dengan nasionalisme.
Menurutnya nasional yang dipahami orang saat ini keliru. Persamaan nasional tumbuh hanya
berdasarkan atas bangsa, bukan berdasarkan kebudayaan. Kebudayaan
sangatlah luas, dan bersifat unik, nasional dan subjektif. Karena berdasarkan
kebudayaan, maka turki usmani yang ada selama ini bersifat nasional yang secara
geografi terbatas pada wilayah kekuasaan Republik Turki saja. Ia juga
berpendapat bahwa kebudayaan Turki seperti makin terkikis dan menghilang
dikalahkan oleh kebudayaan islam.
Sehubungan
dengan itu, golongan nasionalis menganngap perlu mengambil peradaban barat
secara keseluruhan. Walaupun peradaban barat yang diambil hanya untuk
menumbuhkan peradaban nasional Turki. Sedangkan paradaban selama ini yang
berdasarkan islam atau sebelum islam perlu dibuang untuk mendapatkan peradaban
nasional Turki yang mumpuni. Dalam kehidupan bernegara juga tidak perlu
menggunakan syariat islam sebagai dasar negara. Negara hanya dapat berjalan berdasarkan perundang-undangan
negara bukan agama.
Golongan
nasionalis juga menolak pendapar para ulama tradisional tentang bunga bank.
Menurut Mansurizade,
salah seorang tokoh golongan ini, bunga bank itu tidak riba dan haram. Yang diharamkan dalam al-qur’an
bukanlah penyewaan uang, tetapi penjualan uang. Riba baik di dalam al-qu’an
maupun hadist digambarkan sebagai soal jual-beli. Mazhab-mazhab fiqh
menggolongkan riba dalam klasifikasi penjualan tidak sah. Penyewaan uang mereka
bicarakan di buku fiqh bukan buku riba, tetapi di bab sewa-menyewa. Jadi yang
diharamkan disini menjual uang bukan penyewaan dan peminjaman itu halal, yang
diharamkan adalah riba.
Berbeda
dengan tokoh lain Mustaf
Kemal Attaturk merupakan tokoh nasionalis yang berusaha menggabungkan
semua kepentingan, baik islam, barat ,aupun persasaan keturkian. Walaupun ide
keislaman yang paling terbelakang dalam perimbangan kepentingan dibandingkan
dengan ide-ide nanionalisme dan ide barat, namun islam tetap menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari pemikiran Mustaf Kemal Attatur.
Walaupun turki
dapat diselamatkan oleh Mustaf Kemal Attaturk dri tentara sekutu, namun
kekuasaan sultan telah berada dibawah mereka. Dengan begitu sultan harus dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan yang mungkin diajukan oleh negara
sekutu yang berda di atas angin. Mustaf Kemal Attaturk sendiri akhirnya bersama
kawan-kawannya bersepakat perlu mengadakan pemerintahan tandingan, yang
melahirkan beberapa maklumat anata lain:
a. Kemerdakaan
tanah air sedang dalam keadaan berbahaya.
b. Pemerintahan di
ibukota telah berada di bawah kekuasaan sekutu yang oleh karenaya tidak dapat
menjalankan tugas dengan baik.
c. Rakyak turki
harus berusaha sendiri untuk membebaskan sendiri tana airnya dari kekuasaan
asing.
d. Gerakan-gerakan
pembelaan tana air yang telah ada harus dikoordinir oleh sesuatu penelitian
nasional pusat
e. Untuk itu perlu
diadakan kongres.
Dengan
keluarnya pengumuma itu, Mustaf Kemal Attaturk dituduh melakukan gerakan yang
dapat membahayakan pemerintah pusat, dan ia kemudia dipanggil. Namun panggilan
itu tidak didatanginya. Pemerintah pusat memecatnya dari jabatan sebagai
panglima, ia pun akhirnya diangkat oleh perkumpulan hak-hak rakyat cabang erzurum sebagai
ketua. Kemudian pada tahun 1920 terbentuklah majelis nasional agung (MNA), ia
pun diangkat sebagai ketua.
Beberapa
keputusan penting dalam ongres (MNA), yang kemudian menghantarkan Mustaf Kemal
Attaturk sebagai penguasa puncak di bidang pemerintahan nantinya, antara lain
ialah:
a. Kekuasaan
tertinggi terletak di tangan rakyat turki.
b. MNA merupakan
perwakilan rakyat tertinggi.
c. MNA bertugas
sebagai badan legislatif dan badan eksekutif.
d. Majelis negara
yang anggotanya dipilih dari MNA akan menjalankan tugas sebagai pemerintah.
e. Ketua MNA
merupakan jabatan ketua majelis negara.
Atas usaha gigih perkumpulan ini dalam
memperjuangkan hak-hak rakyat turki kepada tentara sekutu dan dapat menguasai
keadaan, maka tanggal 23 juli 1923 sekutu dengan terpaksa mengakui kekuasaan Mustaf
Kemal Attaturk dengan mengadakan penandatanganan perjanjian lausanue, dan
pemerintah baru ini dapat pengakuan dari internasional.[4]
Ide-ide pembaharuan yang dilakukan Mustaf Kemal
Attaturk merupakan penggabungan dari nilai islam, westernisasi, dan
nasionalisme. Walaupun yang paling menonjol adalah westernisasi dengan ditutupi
nasionalisme yang kokoh. Dalam persoalan bernegara, ia memang berusaha sekuat
tenaga dengan menggunakan sistem kenegaraan sekuler. Nilai-nilai peradaban
barat sangat kuat mempengaruhi pemikiran sistem kenegaraan. Ia berusaha
membangun satu konstitusi baru. Sejumlah perundang-undangan lahir di bawah
kekuasaannya.
a. Undang-undang
tentang unifikasi dan sekularisasi pendidikan 3 maret 1924.
b. Undang-undang
tentang kopiah, 25 november 1925.
c. Undang-undang
tentang pemberhentian petugas jama’ah makam, penghapusan lembaga pemakaman
serta undang-ungang penghapusan mamakai gelar, 30 november 1925.
d. Peraturan sipil
tentang perkawinan, 17 Februari 1926.
e. Undang-undang
penerapan angka-angka internasional, 20 mei 1928
f. Undang-undang
penggunaan huruf-huruf latin untuk abjad turki, dan penghapusan tulisan arab, 1
november 1928.
g. Undang-undang
tentang penghapusan gelar-gelar dan panggilan kebangsawanan, seperti effendi,
bey, atau pasha, 26 november 1934
h. Undang-undang
tentang larangan menggunkan pakaian asli, 26 november 1934
Perundang-ndangan
diatas merupakan produk dari sebuah negara yang berusaha mewujudkan ide-ide
barat dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mustaf Kemal
Attaturk memiliki keinginan untuk maju dan menerapkan ide-ide barat, maka tidak
ada jalan lain kecuali mengambil secara keseluruhan apa yang menjadi nilai
barat tersebut. Bukan hanya mengambil sebagian saja. Masyarakat turki harus
diubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban barat.
D.
Kondisi turki
pasca modernisme
Situasi
pembaruan setelah langkah-langkah yang dilakukan oleh Mustaf Kemal Attaturk,
memang tidak berubah sepenuhnya kearah yang amat modern, terutama dalam hal
sekularisasi yang diproyeksikan olehnya. Tetapi setelah Mustaf Kemal Attaturk
wafat program sekularisasi yang memang belum sepenuhnya kuat itu lambat laun
kian menurun, malah dipastikan agama islam sebagai sesuatu yang sudah berakar
di turki sulit untuk dipengaruhi dengan ide-ide barat.
Setelah tahun
1940 semua aktivitas keislaman dihidupka kembali oleh masyarakat. Imam-imam
tentara pun sudah diaktifkan lagi di dalam angkatan bersenjata turki. Pada
tahun 1949 pendidikan agama yang tadinya dihapus dalam lembaga pendidikan turki
pun dihidupkan kembali, bahkan dijadikan mata pelajran wajib disekolah. Mulai
tahun 1950 orang turki yang tadinya dilarang menunaikan ibadah haji dengan
alasan pemborosan ekonomi, diperbolehkan lagi.
Beberapa hal lain yang tadinya dianggap abu pun bangkit kembali. Lembaga
penerbitan islam juga sudah kembali menyiarkan ide-ide tentang islam. Para
buruh pertanian yang takut mengikuti ajaran tarikat, kini nampak mulai berani.
Bidang politik islam yang tadinya dibubarkan dan dimusuhi oleh penguasa pembaru
juga mulai memakai peranan.
Kondisi turki
pada saat ini hanya meninggalkan warisan sejarah tentang uapaya modernisme yang
dijiwai oleh sekularisasi, namun sekularisasi itu sendiri boleh dikatakan
kurang berhasil dengan sepenuhnya. Sejumlah faktor yang yang perlu
diperthitungkan adalah faktor sosial, politik dan ekonomi turut memacu
perikeidupan ke arah yang lebih baik. Interaksi dari faktor-faktor ituyang
kemudian memunculkan gagasan yang masih menarik yaitu keadilan sosial. Keadila
sosial sendiri merupakan suatu konsep yang memang sangat kuat bagi kita, bagi
rakyat turki islam yang masih mendambakan dewi keberuntungan tersebut, dan
mengenai keadilan sosial itu hanya bisa ditumpukan harapannya kepada
jalur-jalur nilai islam. Pada tiga dekade terakhir ini citra turki makin
menampakan penekanan agama sebagai solusi baru untuk memperoleh kekuatan dalam
masyarakat yang sangat luas itu. Dengan pemikiran itu, turki akan menjadi
muslim lagi baik dari segi esensial maupun eksistensial dalam semua dimensi
kehidupan untuk masa-masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
Pada makalah ini, telah dijelaskan serta
dijabarkan bagaimana proses revolusi gerakan pembaruan islam pada masa modern
di Turki. Proses tersebut dibagi menjadi beberapa tahap dan tokoh-tokoh yang
dianggap penting dan berpengaruh pada masa itu serta nama-nama kelompok atau
gerakannya, yakni:
1.
Fase awal munculnya gerakan modern
a.
Generasi pembaharuan pertama (Mahmud II)
b.
Kelompok Tanzimat
1)
Mustafa Rasyid Pasha
2)
Mustafa Sami Pasha
3)
Mahmed Syadia Rifat Pasha
4)
Ali Pasha dan Fuad Pasha
2.
Kebangkitan Usmani Muda dan Turki Muda
a.
Gerakan Usmani Muda
1)
Zia Pasha
2)
Midhat Pasha
3)
Namik Kemal
b.
Gerakan Turki Muda
1)
Ahmed Riza
2)
Mehmed Murad
3)
Pangeran Sabahuddin
3.
Gerakan Islamisme, Westernisasi, dan
Nasionalisme
a.
Kelompok Modernisme Islamis
b.
Gerakan Westernisme
c.
Gerakan Nasionalisme
4.
Kondisi Turki pasca Modernisasi
Sulit
untuk disangkal bahwa Mustaf Kemal membawa turki ke perubahan-perubahan yang
radikal, bahkan dengan perubahan revolusioner dan sistem kekhalifahan ke
republik parlementer, dari pembaruan westernisasi ke sekularisasi. Hal yang
paling menonjol dari revolusi itu ialah bahwa sebagian besar, meski secara
bertahap, sesuai dengan tujuannya. Sekalipun Kemal memusatkan kekuasaan politik
di tangannya, ia juga mendirikan partai politik, Partai Rakyat Republik, yang
meneruskan program Kemalis setelah kematiaannya. Namun, ketika kebijakan multi
partai diperkenalkan tahun 1946 dan kemenangan Partai Demokrat dalam pemilu
1950, tidak saja menyebabkan berakhirnya dominasi Partai Rakyat Republik,
melainkan juga bangkitnya semangat penegasan kembali pada Islam dalam bentuk
aktivis partai politik. Pada saat yang sama, militer telah pula mengambil alih
tradisi menjaga negara. Kudeta militer tahun 1960 dimotivisi oleh kecenderungan
pemerintahan partai tunggal yang bercorak diktator dan fragmentasi politik yang
mengarah kepada disintegrasi bangsa merupakan salah satu alasan kudeta tahun
1980. Saat ini, sekularisme Kemalis yang liberal tetap dilestarikan dan Islam
terus melangsungkan fungsinya dalam suatu negara yang demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Rofiq, Choirul
. 2009. Sejarah Peradaban Islam.
Ponorogo : STAIN Ponorogo Press.
Ansary, Tamim.
2012. Dari Puncak Bagdad “Sejarah Dunia Versi Islam”. Jakarta : ZAMAN.
Sodiqin Ali ,
Dudung Abdurrahman. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI.
Sani, Abdul.
1998. Lintasan Sejarah Pemikiran perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
[1] Sodiqin
Ali dan Dudung Abdurrahman. Sejarah Peradaban Islam dari Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI. 2002. Hlm. 140
[2] Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1998. Hlm. 85-88.
[3] Sani, Abdul . Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada. 1998. Hlm.
98.
[4] Sani,
Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 1998. Hlm. 126-127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar